"Hoaks kan tidak berdiri tunggal, hoaks pasti punya tujuan tertentu, entah tujuannya itu memecah belah atau kepentingan untuk satu kontestasi politik maupun sosial," ujar Eko di Sofyan Hotel Cut Meutia, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (29/8/2018).
"Sehingga kalau hoaks tidak diantisipasi sejak awal, akan menjadi salah satu sumber keretakan," sambungnya.
Menurut hasil olah data yang dilakukan oleh PolMark Research Center, terdapat 4,3 persen responden yang mengaku hubungan pertemanannya rusak karena Pilpres 2014.
Sementara itu, sebesar 5,7 persen responden yang mengatakan hubungan sosialnya terdampak akibat Pilkada Jakarta 2017.
Jumlah tersebut memang masih terbilang kecil. Namun, jika dibiarkan begitu saja potensi keretakkan hubungan akibat pemilu mendatang menjadi semakin besar.
"Kalau tidak punya kesadaran bersama untuk mengelola potensi konflik, keretakkan akan semakin membesar, apalagi selama hoaks masih berkembang dengan cukup luas," terang Eko.
"Potensi yang kecil itu bisa tereskalasi menjadi cukup besar," imbuh dia.
Oleh sebab itu, Eko pun berharap seluruh pihak yang terlibat dalam kontestasi pemilu memiliki kesadaran dan mengambil tindakan untuk mencegah semakin besarnya potensi konflik tersebut.
Hasil tersebut didapat dari 73 survei yang dilakukan oleh Polmark Research Center di tingkat nasional, provinsi, kabupaten, dan kota. Survei-survei tersebut dilakukan dalam rentang waktu 15 Januari 2016 hingga 11 Juni 2018.
Secara total, jumlah responden yang dilibatkan yaitu 66.530 orang. Metode pengambilan sampel yang diterapkan untuk seluruh survei tersebut adalah multistages random sampling.
https://nasional.kompas.com/read/2018/08/29/23592811/potensi-konflik-akibat-pemilu-terancam-meningkat-karena-hoaks