Salin Artikel

Hampir Semua Presiden RI Beretnis Jawa, Apa Sebabnya?

JAKARTA, KOMPAS.com – Sejak merdeka pada 1945 hingga saat ini kursi presiden Republik Indonesia hampir selalu dipegang politisi berdarah Jawa.

Mulai dari Soekarno yang berasal dari Blitar, Soeharto dari Bantul, Abdurrahman Wahid dari Jombang, Megawati Soekarnoputri kelahiran Yogyakarta, Susilo Bambang Yudhoyono dari Pacitan, dan Joko Widodo asal Surakarta.

Satu perkecualian adalah saat BJ Habibie menjadi presdien menggantikan Soeharto yang mundur dari jabatannya pada 1998.

Hingga saat ini, pria kelahiran Parepare, Sulawesi Selatan itu menjadi satu-satunya presiden Indonesia yang bukan beretnis Jawa.

Apa yang menyebabkan dominasi etnis Jawa di kursi presiden Indonesia?

Dosen Departemen Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada, Mada Sukmajati menyebutkan, kondisi tersebut dipengaruhi dua hal besar.

“Itu terkait dengan parpol yang mencalonkan dan perilaku memilih masyarakat kita,” ujar Mada saat dihubungi Kompas.com Senin (13/8/2018) siang.

Mada menjelaskan, para elite partai politik masih menggunakan asumsi aliran atau perspektif sosiologis dalam mempertimbangkan proses pencalonan karena dinilai lebih efektif untuk mendulang suara.

Sementara masyarakat, khususnya kalangan muda, melihat sirkulasi kepemimpinan nasional dengan cara yang lebih rasional.

Mereka tidak lagi mendasarkan pilihian pada hal-hal yang bersifat sosiologis seperti asal atau etnis seorang calon pemimpin.

Sayangnya perilaku memilih masyarakat akhirnya dipaksakan untuk menggunakan perspektif yang sama dengan partai politik, yakni sudut pandang sosiologis.

“Pilihannya sudah ditentukan para elite parpol. Masyarakat akhirnya hanya memaksakan pertimbangan rasional dalam keterbatasan pilihan yang ada,” ujar Mada.

Melihat fakta kontestasi politik nasional saat ini, Mada berpendapat terjadi kesenjangan antara patai politik sebagai penghasil calon pemimpin dengan masyarakat sebagai pemilik suara.

“Jadi, kayaknya ada gap ini antara elite (golongan tua) dan rakyat (terutama golongan muda). Elite tua masih melihat pentingnya politik aliran, sedangkan rakyat muda melihat sirkulasi kepemimpinan nasional dengan cara yg lebih rasional,” tuturnya.

Padahal, menurut Mada para calon pemimpin yang berasal dari luar Jawa memiliki potensi yang sama besarnya untuk berada di jajaran eksekutif negara.

Hanya saja selama ini proses kaderisasi partai politik bagi calon yang berasal dari daerah belum berjalan optimal.

“Saya berpikir perlunya kita mengelola proses sirkulasi kepemimpinan, sepertinya harapan ada di sana ketimbang mengandalkan pada pelaksanaan fungsi rekruitmen dan kaderisasi parpol yang sejauh ini tidak menunjukkan hasil yang berarti,” kata Mada.

Di akhir penjelasannya, ia memberikan pernyataan bahwa proses politik yang terjadi selama ini merupakan penyempitan dari tiga dimensi politik menjadi satu tema besar, yaitu politik aliran.

“Dimensi popularitas, elektabilitas, dan akseptabilitas akhirnya disempitkan ke tema politik aliran (termasuk politik identitas) ketimbang kinerja,” pungkasnya.


Dominasi pemilih di Pulau Jawa

Sementara itu, Direktur Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia, Aditya Perdana memiliki pendapat yang berbeda.

Presiden Indonesia yang hampir selalu beretnis Jawa, menurut Adit disebabkan dominasi pemegang suara yang berada di pulau terpadat di Indonesia ini.

Alhasil, jumlah penduduk yang amat besar ini harus diwakili sosok seorang pemimpin.

“Ya faktanya memang kan pemilih sebagian besar ada di Jawa, jadi artinya ketika bicara tentang politik identitas, maka alasan itu masuk akal. Bahwa pemimpin yang berasal dari kelompok yang besar, dia harus diwakili,” kata Adit.

Namun, menurutnya tidak mudah untuk menentukan seorang calon pemimpin nasional. Ada hal-hal lain yang perlu diperhatikan, seperti pentingnya kombinasi untuk menyeimbangkan kelompok di luar Jawa.

Adit melanjutkan, dikotomi politik yang dulu berlaku sudah berbeda dengan yang ditemui sekarang ini.

“Dulu dikotominya kan antara dua, Jawa dan non-Jawa, militer dan non-militer. Tapi menurut saya udah banyak berubah soal itu, artinya sekarang pillih mana yang banyak yang setuju, militer oke, non-militer oke,” jelas Adit.

Hal itu menyebabkan, masyarakat saat ini lebih berpihak pada sosok-sosok yang memiliki prestasi dan menonjol di daerah, bukan lagi berdasarkan Jawa, anggota militer, atau bukan.

Hal ini sesuai dengan yang disebutkan Mada sebagai pilihan yang rasional.

Sayangnya, saat ini sosok-sosok yang menjadi pilihan masyarakat secara rasional itu belum begitu terlihat menjadi fokus partai politik untuk dijadikan sebagai calon pemimpin nasional.

Hanya saja jalan mengarah kesana sudah mulai terlihat.

https://nasional.kompas.com/read/2018/08/13/17495631/hampir-semua-presiden-ri-beretnis-jawa-apa-sebabnya

Terkini Lainnya

Jemaah Haji Diimbau Tidak Umrah Sunah Berlebihan, Masih Ada Puncak Haji

Jemaah Haji Diimbau Tidak Umrah Sunah Berlebihan, Masih Ada Puncak Haji

Nasional
Polisi Arab Saudi Tangkap 37 WNI Pakai Visa Ziarah untuk Berhaji di Madinah

Polisi Arab Saudi Tangkap 37 WNI Pakai Visa Ziarah untuk Berhaji di Madinah

Nasional
Temani Jokowi Peringati Hari Pancasila, AHY: Jangan Hanya Peringati, tapi Dijiwai

Temani Jokowi Peringati Hari Pancasila, AHY: Jangan Hanya Peringati, tapi Dijiwai

Nasional
Tak Persoalkan Anies dan Sudirman Said Ingin Maju Pilkada Jakarta, Refly Harun: Kompetisinya Sehat

Tak Persoalkan Anies dan Sudirman Said Ingin Maju Pilkada Jakarta, Refly Harun: Kompetisinya Sehat

Nasional
Peringati Hari Lahir Pancasila, AHY: Pancasila Harus Diterapkan dalam Kehidupan Bernegara

Peringati Hari Lahir Pancasila, AHY: Pancasila Harus Diterapkan dalam Kehidupan Bernegara

Nasional
Prabowo Sebut Diperintah Jokowi untuk Bantu Evakuasi Warga Gaza

Prabowo Sebut Diperintah Jokowi untuk Bantu Evakuasi Warga Gaza

Nasional
Simpul Relawan Dorong Anies Baswedan Maju Pilkada Jakarta 2024

Simpul Relawan Dorong Anies Baswedan Maju Pilkada Jakarta 2024

Nasional
Pemerintah Klaim Dewan Media Sosial Bisa Jadi Forum Literasi Digital

Pemerintah Klaim Dewan Media Sosial Bisa Jadi Forum Literasi Digital

Nasional
Prabowo Kembali Serukan Gencatan Senjata untuk Selesaikan Konflik di Gaza

Prabowo Kembali Serukan Gencatan Senjata untuk Selesaikan Konflik di Gaza

Nasional
Kloter Terakhir Jemaah Haji Indonesia di Madinah Berangkat ke Mekkah

Kloter Terakhir Jemaah Haji Indonesia di Madinah Berangkat ke Mekkah

Nasional
PKB Beri Rekomendasi Willem Wandik Maju Pilkada Papua Tengah

PKB Beri Rekomendasi Willem Wandik Maju Pilkada Papua Tengah

Nasional
Mengenal Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo-Gibran, Diisi Petinggi Gerindra

Mengenal Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo-Gibran, Diisi Petinggi Gerindra

Nasional
Sebut Serangan ke Rafah Tragis, Prabowo Serukan Investigasi

Sebut Serangan ke Rafah Tragis, Prabowo Serukan Investigasi

Nasional
Refly Harun Sebut Putusan MA Sontoloyo, Tak Sesuai UU

Refly Harun Sebut Putusan MA Sontoloyo, Tak Sesuai UU

Nasional
Mendag Apresiasi Gerak Cepat Pertamina Patra Niaga Awasi Pengisian LPGĀ 

Mendag Apresiasi Gerak Cepat Pertamina Patra Niaga Awasi Pengisian LPGĀ 

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke