"Terdakwa, baik secara langsung maupun tidak langsung, turut serta memenangkan perusahaan tertentu dalam pengadaan barang/jasa paket penerapan KTP berbasis NIK secara nasional tahun 2011-2013," ujar jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Eva Yustisiana di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (30/7/2018).
Pertemuan itu dalam rangka memenangkan salah satu perusahaan yang terafiliasi dengan pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong.
Pertemuan Tim Fatmawati itu menghasilkan beberapa hal, antara lain standard operating procedure (SOP) pelaksanaan kerja, struktur organisasi pelaksana kerja, dan spesifikasi teknis yang kemudian dijadikan dasar untuk penyusunan harga perkiraan sendiri (HPS).
HPS tersebut disusun dan ditetapkan tanpa melalui survei berdasarkan data harga pasar sehingga terdapat mark up (penggelembungan) atau kemahalan harga antara lain komponen perangkat keras (hardware), Sistem Authomatic Fingerprint Identification System (AFIS), pencetakan kartu per keping KTP.
"Uang selisih kemahalan itulah yang akan diberikan kepada Setya Novanto dan anggota Komisi II DPR lainnya, yang nantinya atas permintaan Setya Novanto akan diberikan melalui para terdakwa," kata jaksa.
Menurut jaksa, Irvanto dan Andi Narogong bersama Tim Fatmawati juga bersepakat untuk mengatur proses pelelangan akan diarahkan untuk memenangkan salah satu konsorsium yang akan dibentuk.
Untuk itu Tim Fatmawati akan membentuk Konsorsium PNRI, Konsorsium Astragraphia, dan Konsorsium Murakabi. Pemecahan tim menjadi tiga tim sehingga seluruh Tim Fatmawati dapat menjadi peserta lelang, dikarenakan minimal peserta lelang sebanyak 3 peserta.
Namun, yang akan dimenangkan hanya Konsorsium PNRI.
Selanjutnya, untuk kepentingan Novanto, Irvan beberapa kali menerima uang Johannes Marliem selaku penyedia produk biometrik merek L-1 yang seluruhnya berjumlah 3,5 juta dollar Amerika Serikat.
Menurut jaksa, uang tersebut disebut sebagai fee sebesar 5 persen untuk mempermudah pengurusan anggaran e-KTP.
Selain Novanto, perbuatan Irvan telah memperkaya sejumlah orang dan korporasi. Perbuatan yang dilakukan bersama-sama itu telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 2,3 triliun.
Irvan didakwa melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
https://nasional.kompas.com/read/2018/07/30/15583991/keponakan-setya-novanto-didakwa-merekayasa-lelang-e-ktp-dan-jadi-perantara