Otto meyakini, kliennya itu seharusnya terbebas dari segala sanksi hukum. Sebab, menurutnya, Sjamsul telah memenuhi semua kewajibannya terkait utang BDNI dalam Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Bahkan, ia melanjutkan, Sjamsul tidak membutuhkan Surat Keterangan Lunas (SKL) dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang kini dipersoalkan oleh penegak hukum.
"Sebenarnya, bagi saya tidak perlu lagi SKL buat Sjamsul Nursalim, karena sudah clear," ujar Otto dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (25/7/2018).
Menurut Otto, Sjamsul telah memenuhi kewajibannya membayar utang BDNI dengan menyerahkan aset dan uang tunai kepada BPPN.
Penyerahan aset itu diikat dengan perjanjian Master Settlement Aqcuisition Agreement (MSAA). MSAA merupakan perjanjian penyelesaian BLBI dengan jaminan aset obligor.
Dengan telah memenuhi perjanjian itu, menurut Otto, Sjamsul sudah mendapatkan release and discharge, jaminan pembebasan dari proses maupun tuntutan hukuman kepada obligor yang telah memenuhi kewajiban utang kepada BPPN.
Bahkan, sebelum BPPN dibubarkan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan audit. Hasilnya, menurut Otto, SKL kepada Sjamsul layak diberikan.
Kemudian, dalam rapat paripurna 12 Februari 2008, Menteri Keuangan dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian menyatakan bahwa Sjamsul telah menuntaskan kewajiban.
"Kami telah berikan jaminan bahwa dia (Sjamsul) tidak akan disidik dan dituntut. Itu omongan Menko dan Menkeu di rapat paipurna DPR," kata Otto.
Saat ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang melakukan proses hukum terhadap mantan Kepala BPPN, Syafruddin Arsyad Temenggung. Syafruddin dianggap bertanggung jawab atas terjadinya kerugian negara.
KPK menduga perbuatan Syafruddin telah menguntungkan pihak Sjamsul Nursalim. Akibat SKL tersebut, hak negara untuk menagih utang Rp 4,8 triliun kepada Sjamsul menjadi hilang.
https://nasional.kompas.com/read/2018/07/25/20000101/otto-hasibuan-bagi-saya-sjamsul-nursalim-tidak-butuh-skl-blbi