Dari penggeledahan itu, penyidik menyita berbagai barang bukti berupa dokumen dan bukti elektronik.
Ketiga lokasi tersebut, yakni ruang kerja tersangka Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta.
Kemudian, di Kantor PT PLN Persero dan ketiga di Kantor Pembangkitan Listrik Jawa-Bali atau PT Indonesia Power di Jalan Jenderal Gatot Subroto, Jakarta.
"Penggeledahan di kantor tersangka EMS di DPR selesai sekitar pukul 22.00. Sedangkan di PBJ Indonesia Power sekitar pukul 01.00 dini hari dan PLN setelah itu," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Selasa.
Menurut Febri, penyidik menyita dokumen terkait latar belakang penunjukan Blackgold Natural Resources Limited dalam proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1.
Kemudian, penyidik menyita dokumen perjanjian, skema proyek, hingga dokumen hasil rapat.
Selain itu, ada barang bukti berupa video kamera pengawas (CCTV) dan alat komunikasi yang disita.
Sebelumnya, KPK menetapkan Eni Maulani Saragih sebagai tersangka atas kasus dugaan suap terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1 di Provinsi Riau.
KPK juga menetapkan Johannes Budisutrisno Kotjo, yang diduga menjadi pihak pemberi suap.
KPK telah melakukan penyelidikan kasus ini sejak Juni 2018, setelah mendapatkan informasi dari masyarakat.
Pada Jumat (13/7/2018) siang, tim penindakan KPK mengidentifikasi adanya penyerahan uang dari Audrey Ratna Justianty kepada Tahta Maharaya di lantai 8 gedung Graha BIP.
Audrey merupakan sekretaris Johannes Budisutrisno Kotjo. Sedangkan Tahta adalah staf sekaligus keponakan Eni Maulani Saragih.
Menurut KPK, Eni menerima suap total sebesar Rp 4,8 miliar yang merupakan commitment fee 2,5 persen dari nilai kontrak proyek pembangkit listrik 35.000 megawatt itu.
Diduga, suap diberikan agar proses penandatanganan kerja sama terkait pembangunan PLTU Riau-1 berjalan mulus.
https://nasional.kompas.com/read/2018/07/17/10522521/kpk-sita-dokumen-hingga-rekaman-cctv-saat-geledah-kantor-pln-dpr-dan