Salin Artikel

"Presidential Threshold" Kembali Digugat, Dianggap Mengebiri Hak Konstitusional Pemilih Pemula

"Pemberlakuan Pasal 222 Undang Undang Nomor 72 Tahun 2017 telah nyata-nyata merugikan hak konstitusional pemohon sebagai pemilih pemula atau pemilih milenial yang tidak pernah memberikan mandat atau suara kepada partai-partai pada pemilihan umum tahun 2014 untuk mengusulkan calon presiden dan wakil presiden," ujar kuasa hukum pemohon, Unoto Dwi Yulianto di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Kamis (12/7/2018), dikutip dari ANTARA.

Pemohon berpendapat sebagai pemilih, tentu berhak mendapatkan alternatif sebanyak-banyaknya calon presiden dan wakil presiden dengan jumlah pasangan calon presiden dan wakil presiden maksimal, sebanyak jumlah partai politik yang telah diverifikasi oleh KPU dan dinyatakan dapat mengikuti pemilihan umum.

"Banyaknya calon presiden dan wakil presiden berbanding lurus dengan upaya demokrasi yang mencari pemimpin yang terbaik dari yang baik, sehingga semakin banyak pilihan akan membuat rakyat Indonesia termasuk pemohon mendapatkan manfaat dalam menentukan pilihan," ujar Unoto.

Pemohon dalam dalilnya menjelaskan, pihaknya baru pertama kali memilih untuk mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pemilu 2019.

Sehingga, bila ketentuan a quo berlaku maka berpotensi menghilangkan hak konstitusional pemilih pemula untuk mendapatkan banyaknya alternatif calon pemimpin.

"Mekanisme berdasarkan hasil pemilu sebelumnya jelas merugikan dan mengebiri hak-hak konstitusional pemilih pemula termasuk pemohon karena pemohon tidak pernah memberikan mandat atau suaranya kepada partai politik mana pun pada pemilihan umum tahun 2014," kata Unoto.

Karena pemilihan umum tahun 2019 dilakukan secara serentak, pembuat undang-undang tidak perlu menetapkan ambang batas pencalonan presiden dengan merujuk pada hasil pemilihan umum sebelumnya karena sangat berpotensi melanggar hak- hak konstitusional pemilih pemula atau milenial, khususnya pemohon.

Lebih lanjut pemohon berpendapat bahwa ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden bukanlah kebijakan hukum yang bersifat terbuka (open legal policy).

"Karena menurut hemat kami justru bersifat kebijakan tertutup dan bahkan limitatif, sehingga jelas bertentangan dengan ketentuan Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 yang hanya mensyaratkan pencalonan presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik," jelas Unoto.

Oleh sebab itu pemohon meminta Mahkamah untuk menyatakan ketentuan a quo bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

https://nasional.kompas.com/read/2018/07/13/07020081/presidential-threshold-kembali-digugat-dianggap-mengebiri-hak-konstitusional

Terkini Lainnya

BNBP: Sumatera Barat Masih Berpotensi Diguyur Hujan Lebat hingga 20 Mei 2024

BNBP: Sumatera Barat Masih Berpotensi Diguyur Hujan Lebat hingga 20 Mei 2024

Nasional
Alexander Sarankan Capim KPK dari Polri dan Kejaksaan Sudah Pensiun

Alexander Sarankan Capim KPK dari Polri dan Kejaksaan Sudah Pensiun

Nasional
Draf RUU Penyiaran: Masa Jabatan Anggota KPI Bertambah, Dewan Kehormatan Bersifat Tetap

Draf RUU Penyiaran: Masa Jabatan Anggota KPI Bertambah, Dewan Kehormatan Bersifat Tetap

Nasional
Latihan TNI AL dengan Marinir AS Dibuka, Pangkoarmada I: Untuk Tingkatkan Perdamaian

Latihan TNI AL dengan Marinir AS Dibuka, Pangkoarmada I: Untuk Tingkatkan Perdamaian

Nasional
Siapkan Sekolah Partai untuk Calon Kepala Daerah, PDI-P Libatkan Ganjar, Ahok hingga Risma

Siapkan Sekolah Partai untuk Calon Kepala Daerah, PDI-P Libatkan Ganjar, Ahok hingga Risma

Nasional
Sektor Swasta dan Publik Berperan Besar Sukseskan World Water Forum Ke-10 di Bali

Sektor Swasta dan Publik Berperan Besar Sukseskan World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
BNPB Minta Warga Sumbar Melapor Jika Anggota Keluarga Hilang 3 Hari Terakhir

BNPB Minta Warga Sumbar Melapor Jika Anggota Keluarga Hilang 3 Hari Terakhir

Nasional
Nurul Ghufron Akan Hadiri Sidang Etik di Dewas KPK Besok

Nurul Ghufron Akan Hadiri Sidang Etik di Dewas KPK Besok

Nasional
LHKPN Dinilai Tak Wajar, Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta Dicopot dari Jabatannya

LHKPN Dinilai Tak Wajar, Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta Dicopot dari Jabatannya

Nasional
Alexander Sebut Calon Pimpinan KPK Lebih Bagus Tidak Terafiliasi Pejabat Maupun Pengurus Parpol

Alexander Sebut Calon Pimpinan KPK Lebih Bagus Tidak Terafiliasi Pejabat Maupun Pengurus Parpol

Nasional
Polri Siapkan Skema Buka Tutup Jalan saat World Water Forum di Bali

Polri Siapkan Skema Buka Tutup Jalan saat World Water Forum di Bali

Nasional
KPU: Bakal Calon Gubernur Nonpartai Hanya di Kalbar, DKI Masih Dihitung

KPU: Bakal Calon Gubernur Nonpartai Hanya di Kalbar, DKI Masih Dihitung

Nasional
Korban Meninggal Akibat Banjir Lahar di Sumatera Barat Kembali Bertambah, Kini 44 Orang

Korban Meninggal Akibat Banjir Lahar di Sumatera Barat Kembali Bertambah, Kini 44 Orang

Nasional
KPK Duga Negara Rugi Rp 30,2 M Karena 'Mark Up' Harga Lahan Tebu PTPN XI

KPK Duga Negara Rugi Rp 30,2 M Karena "Mark Up" Harga Lahan Tebu PTPN XI

Nasional
Kejagung Periksa Pihak Bea Cukai di Kasus Korupsi Impor Gula PT SMIP

Kejagung Periksa Pihak Bea Cukai di Kasus Korupsi Impor Gula PT SMIP

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke