Hal itu disampaikan Tito dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (5/6/2018).
"Kami terima kasih kepada DPR karena undang-undang yang baru Insya Allah sudah disetujui dan nanti tinggal diundangkan setelah nanti dikirimkan ke pemerintah," kata Tito dalam rapat.
Ia mengatakan, dengan Undang-undang Antiterorisme yang baru, polisi memiliki ruang manuver lebih luas dalam memberantas terorisme.
Namun demikian, selain sudah memiliki undang-undang yang lebih mumpuni, Tito mengatakan, penegak hukum perlu meningkatkan langkah proaktif dalam menghadapi terorisme.
"Undang-undang Ini memberikan ruang manuver lebih luas kepada penegak hukum untuk menegakan hukum dan memberantas terorisme, meskipun perlu langkah proaktif menghadapi terorisme," lanjut dia.
RUU Antiterorisme disahkan menjadi UU tanpa ada perdebatan saat rapat paripurna pada Jumat (25/5/2018).
Ada sejumlah perubahan dalam revisi UU Antiterorisme yang memberi ruang lebih kepada aparat penegak hukum.
Diantaranya, WNI yang selama ini mengikuti pelatihan di Suriah bisa dijerat pidana ketika kembali ke Indonesia.
Selain itu, penahanan tersangka teroris kini lebih lama. Jika sebelumnya penahanan seorang tersangka untuk kepentingan penyidikan dan penuntutan hanya bisa dilakukan dalam waktu 180 hari atau 6 bulan, kini menjadi 270 hari atau 9 bulan.
Polisi juga memiliki waktu yang lebih lama untuk melakukan penangkapan terhadap terduga teroris sebelum menetapkannya sebagai tersangka atau membebaskannya.
Jika sebelumnya polisi hanya memiliki waktu 7 hari, kini bisa diperpanjang sampai 21 hari.
Kewenangan lain, dalam keadaan mendesak penyidik kepolisian bisa langsung melakukan penyadapan kepada terduga teroris.
Setelah penyadapan dilakukan, dalam waktu paling lama tiga hari baru lah penyidik wajib meminta penetapan kepada ketua pengadilan negeri setempat.
https://nasional.kompas.com/read/2018/06/05/14214171/kapolri-berterima-kasih-kepada-dpr-atas-pengesahan-uu-antiterorisme