Dari 10 fraksi dalam Pansus RUU Antiterorisme, hanya tiga fraksi yang sepakat dengan definisi terorisme usulan pemerintah. Ketiga fraksi tersebut adalah PKB, PDI-P, dan Golkar.
Mereka sepakat frasa motif ideologi, politik, dan gangguan keamanan tak perlu dicantumkan dalam definisi terorisme di batang tubuh RUU Antiterorisme.
Anggota Pansus RUU Antiterorisme dari Fraksi PKB Muhammad Toha menilai bahwa pencantuman frasa tersebut berpotensi menyulitkan aparat penegak hukum dalam menindak pelaku terorisme.
"Nanti penyidik akan kesulitan. (Pencantuman) motif ini membatasi ruang gerak petugas untuk bisa menyelidik dan menyidik," ujar Toha dalam rapat Tim Perumus (Timus) RUU Antiterorisme di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (23/5/2018).
Sementara itu, tujuh fraksi lainnya berpendapat bahwa frasa motif ideologi, politik dan gangguan keamanan harus dicantumkan dalam definisi terorisme.
Ketujuh fraksi tersebut yakni, fraksi partai Hanura, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Nasdem, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Demokrat dan Gerindra.
Anggota Pansus RUU Antiterorisme dari Fraksi PPP Arsul Sani yakin pencantuman frasa tersebut tidak akan membatasi aparat penegak hukum dalam bertindak.
Definisi yang diusulkan tujuh fraksi itu berbunyi, terorisme adalah perbuatan yg menggunakan kekerasan atau ancaman yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan.
Menurut dia, frasa tersebut harus dicantumkan agar aparat penegak hukum bisa membedakan antara tindak pidana biasa dan terorisme.
Di sisi lain, agar tidak menyulitkan aparat penegak hukum, definisi terorisme bisa diterapkan secara kumulatif.
Artinya, aparat bisa bertindak jika salah satu unsur dalam definisi terorisme itu terjadi, misalnya suatu tindakan mengakibatkan korban dengan jumlah yang banyak atau merupakan gangguan keamanan.
"Karena bisa juga tidak ada motif politik ideologi, tapi merupakan gangguan keamanan," kata Arsul.
Sementara itu, anggota pansus dari Fraksi Partai Demokrat Darizal Basri mengatakan, definisi terorisme dalam undang-undang harus dibuat secara jelas dan detail.
Sebab, definisi itu akan menentukan bagaimana cara aparat penegak hukum dalam bertindak.
Selain itu, dengan adanya frasa motif ideologi, politik atau gangguan keamanan dalam definisi, akan membedakan secara tegas apakah suatu tindakan masuk kategori kriminal biasa atau terorisme.
"Jangan sampai penegak hukum jadi mudah mengkriminalkan. Definisi harus dilengkapi agar seseorang tidak gampang dicap teroris," kata Darizal.
Karena tidak menemui kata sepakat, akhirnya rapat tim perumus membuat dua opsi definisi terorisme.
Dua opsi tersebut nantinya akan dibahas kembali oleh DPR dan Pemerintah dalam Rapat Kerja. Rencananya, Rapat Kerja akan digelar pada Kamis 24 Mei 2018 besok.
https://nasional.kompas.com/read/2018/05/23/21052441/soal-definisi-terorisme-hanya-tiga-fraksi-di-dpr-yang-sepakat-dengan