Mulai lewat billboard, baliho, iklan di media, hingga memasang gambar-gambar tokoh parpol di kaca angkot.
Tujuannya apalagi kalau bukan untuk meraih perhatian publik. Diharapkan dengan begitu, upaya merebut kekuasan bisa terwujud pada Pemilu 2019 mendatang.
Namun hasrat berkuasa juga perlu dikontrol, aturan harus dijunjung tinggi. Upaya merebut perhatian publik jangan sampai mengesampingkan ketentuan dan mencederai aturan main.
Iklan PSI
Niat mau mengedukasi publik, namun Partai Solidaritas Indonesia (PSI) justru dipolisikan. Pihak pelapor tak lain dan tak bukan yakni Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Pada 23 April 2018, PSI memasang iklan alternatif Cawapres dan Kabinet Jokowi 2019-2024 di koran Jawa Pos.
Tak disangka, iklan itu dipersoalkan oleh Bawaslu. Gara-gara iklan itu, PSI sampai dipolisikan Bawaslu karena dinilai telah melanggar UU Pemilu dan memenuhi unsur tindak pidana pemilu.
Sekjen PSI Raja Juli Antoni mengatakan, pemasangan iklan tersebut merupakan bagian dari upaya PSI menjalankan fungsi partai politik yakni melakukan pendidikan politik kepada masyarakat.
Di dalam iklan tersebut, PSI menampilkan 12 foto dan nama Cawapres alternatif untuk Jokowi. Selain itu ada juga foto dan nama calon-calon menteri untuk kebinet Jokowi 2019-2024.
Dibagian atas iklan itu terdapat tulisan 'Ayo ikut berpartisipasi memberi masukan! Kunjungi https://psi.id/jokowi2019 Kami tunggu pendapat dan voting anda semua'.
"Kami sangat ingin rakyat mengetahui siapa yang akan memimpin mereka, jadi berhentilah memilih kucing dalam karung. Itulah sebenarnya itulah tujuan kami," kata Raja.
Selain itu, mencantumkan logo PSI dan nomor urut partai tersebut pada Pemilu 2019 mendatang. Logo dan nomor tercantum di pojok kanan atas iklan.
Raja menyebut bahwa logo itu ditampilkan untuk memberi tanda bahwa iklan ajakan untuk voting dimobilisir oleh lembaga yang jelas, yakni Partai politik peserta pemilu 2019, PSI.
Curi Start
Namun, Bawaslu menyatakan bahwa ajakan di dalam iklan, foto Jokowi, logo PSI, nomor urut 11, dan foto-foto tokoh yang ditampilkan di iklan tersebut termasuk ke dalam kegiatan kampanye. Padahal kampanye pemilu 2019 belum dimulai.
Bawaslu menyatakan, iklan PSI di Media Jawa Pos telah memenuhi ketentuan Pasal 1 Angka 35 UU Pemilu terkait kampanye.
Di pasal 1 Angka 35 UU Pemilu itu disebutkan bahwa kampanye pemilu adalah kegiatan peserta pemilu atau pihak lain yang ditunjuk oleh peserta pemilu untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi program dan atau citra diri peserta pemilu.
Berdasarkan pernyataan Bawalsu, pemasangan logo dan nomor urut partai termasuk ke dalam citra diri. Artinya, partai dinilai sudah melakukan kampanye bila memampang logo dan nomor urut peserta pemilu.
Atas dasar itu, Bawaslu melaporkan PSI ke Bareskrim karena dugaan telah melanggar UU Pemilu.
Bahkan, Bawaslu meminta polisi segera memproses laporan yang disampaikan terhadap Sekjen PSI Raja Juli Antoni dan Wakil Sekjen PSI Chandra Wiguna sebagai tersangka.
Sebab, undang-undang hanya memberikan waktu 14 hari bagi kepolisian untuk menindaklanjuti dugaan tindak pidana pemilu yang dilaporkan oleh Bawaslu.
"Kepolisian segera menetapkan tersangka untuk selanjutnya masuk dalam proses penuntutan," kata Ketua Bawaslu Abhan, saat membacakan hasil temuan Bawaslu, di kantor Bawaslu, Jakarta, Kamis (17/5/2018).
Namun PSI bersikeras tidak melanggar ketentuan UU Pemilu. Mengacu kepada Pasal 274 UU Pemilu, kampanye merupakan kegiatan yang menyampaikan visi, misi dan program kerja partai politik.
PSI lantas merasa dizalimi oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait iklan di media cetak Jawa Pos pada 23 April 2018 lalu.
"Kami merasa proses ini tidak adil, tidak fair. Kami merasa dizalimi," ujar Sekjen PSI Raja Juli Antoni dalam konferensi pers di Kantor DPP PSI, Jakarta.
PSI menilai, Bawaslu tebang pilih hanya menyasar PSI sebagai partai baru. Padahal, kata Antoni, ada berbagai laporan ke Bawaslu terkait dugaan pelanggaran start kampanye.
Indonesian Election Watch misalnya, ucap Toni, melaporkan 12 partai ke Bawaslu atas dugaan mencuri start kampanye mulai dari iklan di televisi hingga di media cetak.
"Ini sama sekali tidak diproses. Apakah karena kami partai baru yang tidak mempunyai kekuatan politik apa pun di parlemen?" kata dia.
Raja mengatakan, PSI akan mengambil langkah hukum dengan mengajukan gugatan Pasal 1 Angka 35 UU Pemilu ke MK karena dinilai pasal karet. Akibat pasal itu, PSI dilaporkan ke Polisi karena dianggap melanggar UU Pemilu.
Taat Aturan
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, semestinya partai politik taat pada regulasi penyelenggaraan pemilu.
Semua partai politik menurutnya harus fairplay menampilkan calon legislatif, calon kepala daerah, calon presiden dan wakil presiden.
Menurutnya, keputusan kepada aturan merupakan refleksi perilaku para kader partai politik saat nanti menjabat sebagai penyelenggara negara.
“Tidak boleh curi start karena kalau curi start, akuntabilitas mereka (partai politik) tidak bisa ditagih karena mereka harus melaporkan dana kampanye,” ucap dia.
https://nasional.kompas.com/read/2018/05/18/14190831/niat-psi-beri-pendidikan-politik-yang-berujung-pada-dugaan-curi-start