"Tapi kemudian, beberapa kali perempuan sudah jadi target brainwash untuk bagian pendukung terorisme. Ini patut disayangkan," kata Wahidah saat ditemui di kantor Bawaslu, Jakarta, Selasa (15/5/2018).
Seperti diketahui, 2 orang perempuan terlibat dalam aksi pengeboman di Surabaya dan Sidoarjo. Perempuan-perempuan tersebut merupakan seorang istri dan ibu.
Ibu, kata dia, adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya. Ibu menjadi alat deteksi dini untuk mencegah keluarga sekaligus anaknya dari hal-hal intoleran yang berujung pada radikalisme dan terorisme.
"Sejatinya peran itu ada di perempuan. Tapi kali ini ibu, orang tua ini menjadi pelaku terorisme. Ini patut jadi perhatian kita bersama, bagaimana dengan nasib anak-anaknya," kata dia.
Oleh karena itu, keluarga harus menjadi benteng pertama merawat nilai keislaman yang moderat dan menjaga keberagaman.
Perempuan, kata Wahidah, perlu mendapatkan pelatihan dan penyadaran bahwa keluarga adalah unit terkecil dalam membangun mentalitas dan spiritualitas yang kuat dalam melawan radikalisme dan terorisme.
"Untuk menangkal terorisme, membekali perempuan dengan nilai Islam yang toleran, memberikan pendidikan kebangsaan yang kuat kepada para perempuan karena ini mereka menjadi penopang untuk generasi penerusnya," kata dia.
Ia mencontohkan, Fatayat NU memiliki pendakwah perempuan yang anti radikalisme dan terorisme. Mereka bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme untuk melawan segala bibit radikalisme dan terorisme.
Berkomitmen Jaga NKRI
Ketua Dewan Pembina Pusat Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Iskandar Siregar menegaskan, segala bentuk aksi terorisme tidak sesuai dengan norma keagamaan, norma hukum dan kemanusiaan secara universal.
"Kita mengutuk dan mengecam keras segala bentuk radikalisme, ekstremisme, terorisme dalam segala bentuk manifestasinya," kata Iskandar.
Iskandar menekankan, ormas Islam harus berkomitmen menjaga NKRI dari rongrongan segala pihak yang mencoba mengganggu keutuhan negara.
"Karena kita sudah berkomitmen negara kita adalah Pancasila dan UUD 1945. NKRI harga mati. Kami mengimbau semua pihak bersatu membantu pemerintah memberantas radikalisme dan terorisme ini," kata dia.
Ia menjelaskan, dalam melawan terorisme dan radikalisme, perlu sejumlah program pendidikan keagamaan yang menjangkau seluruh tingkatan usia.
Iskandar mencontohkan, LDII selalu memberikan pemahaman kontekstual dari Al-Quran dan Hadits yang disesuaikan dengan anak usia dini hingga lanjut usia.
"Kita mendudukkan bahwa kita sebagai warga negara Indonesia harus bersyukur, karena negara melindungi warganya untuk menjalankan ibadahnya tanpa halangan apapun," kata dia.
Di sisi lain, Sekretaris Departemen Hubungan Antar Lembaga dan Luar Negeri Dewan Masjid Indonesia Bunyan Saptomo menyerukan agar seluruh masjid di Indonesia menyuarakan penghormatan atas keberagaman.
Melalui masjid-masjid, umat Islam harus didorong mengedepankan ajaran Islam yang mengedepankan persatuan, toleransi, dan kesejukkan.
"Kita terus menyebarkan ajaran Islam wasathiyah, itu yang kita serukan. Karena itu, DMI juga menyerukan untuk tidak memberi tempat bagi kelompok radikal yang menggunakan kekerasan," katanya.
https://nasional.kompas.com/read/2018/05/15/14504931/ibu-sekolah-pertama-bagi-anak-anaknya