Namun, ia merasa prihatin.
Sebab, viralnya sejumlah tagar yang menggambarkan euforia pesta demokrasi Indonesia itu malah menutupi euforia di tataran pilkada serentak yang dilaksanakan 2018 ini.
"Masak tagar di pilkada kalah dengan tagar pilpres? Padahal pilpresnya baru tahun depan," ujar Arif dalam acara diskusi di bilangan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (5/5/2018).
Seharusnya, lanjut Arif, keriuhan di media sosial tidak melulu mengenai pemilihan presiden, namun pemilihan kepala daerah terlebih dahulu.
Ia pun berharap, para peserta pemilu menyadari ini dan mulai melakukan terobosan agar isu pilkada serentak tidak 'mati ditelan' isu pilpres.
"Saya ingin menggugah para peserta pemilu, 2018 ini seharusnya kita konsentrasinya ke Pilkada. Sekarang makanya, mereka buatlah tagar pilkada, baik yang mau dua periode, maupun yang mau menggantikan, saya memberi semangat," ujar Arif.
Apabila tagar pilkada memiliki gaung yang sama besar serupa tagar terkait pilpres, harapannya partisipasi publik untuk mengikuti pilkada semakin besar pula.
"Semakin banyak hal yang didiskusikan olah masyarakat, makin banyak kepedulian tumbuh di masyarakat terhadap persoalan-persoalan pemilu," lanjut Arif.
Diketahui, media sosial akhir-akhir ini diramaikan dengan sejumlah tagar yang identik dengan pendukung Joko Widodo dan Prabowo Subianto.
Pendukung Jokowi menggunakan tagar #DiaSibukKerja di berbagai unggahan di media sosial, bahkan tagar tersebut dijadikan motif pada kaos.
Demikian pula para pendukung Prabowo Subianto yang menggaungkan tagar #2019GantiPresiden.
https://nasional.kompas.com/read/2018/05/05/14244141/ketua-kpu-masak-tagar-pilkada-kalah-dengan-tagar-pilpres