Menanggapi itu, Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag Nizar Ali mengatakan, usulan Ombudsman RI tidak punya dasar yang kuat dan justru tidak akan menyelesaikan persoalan yang ada.
"Malah usulnya justru akan menambah masalah baru yakni penolakan masyarakat," kata Nizar melalui pesan singkatnya kepada Kompas.com, Selasa (17/4/2018).
Menurut Nizar, usulan tersebut juga bertentangan dengan konstitusi, yang memberikan kebebasan dalam menjalankan ajaran agama atau beribadah.
"Ini diprediksi akan mendapat reaksi penolakan dari masyarakat Islam dan tentu melanggar konstitusi hak melaksanakan ibadah," ujar Nizar.
Karena itu Nizar menegaskan usulan Ombudsman RI tersebut tidak rasional. Ini akan berbeda jika usulan itu membatasi penerbitan izin baru bagi penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU).
"Orang mau umrah kok dihalangi, itu yang bertentangan dengan konstitusi," ucap Nizar.
Nizar menganggap bahwa yang perlu diperbaiki saat ini adalah sistem pengawasan yang optimal, bukan dengan moratorium pendaftaran ibadah umrah.
"Kami serius dan concern membenahi sistem pengawasan dan memperbaiki regulasi," kata Nizar.
Sebelumnya, Ombudsman RI mengusulkan agar Kementerian Agama melakukan moratorium sementara pendaftaran ibadah umrah ke Tanah Suci.
Moratorium tersebut diusulkan dilakukan selama kurang lebih dua bulan, sembari dilakukan audit terhadap seluruh PPIU yang ada.
"Selama moratorium pendaftaran, Kemenag harus memastikan seluruh jamaah yang telah terdaftar di semua PPIU dijamin dapat berangkat," ujar Anggota Ombudsman RI Ahmad Suaedy di Kantornya, Jakarta, Selasa (17/4/2018).
Kemenag RI sendiri telah melakukan moratorium sementara penerbitan izin PPIU atau biro penyelenggara perjalanan umrah baru.
Kemenag RI beralasan, total 906 PPIU yang ada saat ini sudah cukup memadai untuk melayani umat Islam yang ingin melaksanakan ibadah umrah ke Tanah Suci.
https://nasional.kompas.com/read/2018/04/17/16122251/kemenag-nilai-moratorium-umrah-akan-melanggar-hak-beribadah