Pada 29 Juli 1947 pagi, tiga pesawat AURI menjatuhkan bom di Semarang, Salatiga, dan Ambarawa. Serangan itu sempat membuat panik tentara Belanda.
Namun, beberapa jam berselang, pesawat Belanda menembak jatuh pesawat Dakota VT-CLA milik AURI yang tengah membawa persediaan obat-obatan bagi kepentingan perjuangan.
Yang lebih menyedihkan lagi, dalam pesawat tersebut terdapat tiga tokoh perintis AURI, yakni Komodor Muda Udara Agustinus Adisutjipto, Komodor Muda Udara Abdulrachman Saleh dan Opsir Muda Udara I Adisumarmo. Ketiganya gugur bersama kru dan beberapa penumpang.
Dikutip dari buku Peristiwa Heroik 29 Juli 1947 yang diterbitkan oleh Sub Dinas Sejarah Dinas Penerangan TNI AU tahun 2009, peristiwa penembakan Dakota VT-CLA itu terjadi tidak jauh dari Pangkalan Udara Maguwo, Yogyakarta (sekarang Bandar Udara Internasional Adisutjipto), pada 29 Juli 1947.
Awalnya, Pesawat Dakota VT-VLA lepas landas dari Singapura, sekitar pukul 13.00, dengan membawa bantuan obat-obatan dari Palang Merah Malaya.
Penerbangan pesawat Dakota VT-CLA mulanya berjalan aman. Tiba-tiba dua pesawat pemburu P-40 Kitty Hawk milik Belanda muncul saat Dakota melintas di atas Bangka-Bliton. Mereka terus membuntuti dari kejauhan.
Sekitar pukul 16.00, pesawat Dakota VT-CLA mendekati pangkalan udara Maguwo. Pesawat itu terbang semakin rendah dan melakukan putaran terakhir untuk mendarat.
Sesaat setelah roda pendarat keluar, secara tiba-tiba dua pesawat Kitty Hawk menembak dengan senapan mesin tanpa peringatan lebih dulu.
Tembakan pesawat Belanda itu mengenai mesin sebelah kiri sehingga membuat pesawat terbakar dan mengurangi daya terbangnya. Usaha untuk mancapai landasan udara pun gagal.
Sayap pesawat Dakota sempat menghantam pohon dan akhirnya jatuh di tanggul pematang sawah, Desa Ngoto, Bantul, sekitar 2,5 kilometer dari Pangkalan Udara Maguwo.
Badan pesawat patah menjadi dua. Bantuan obat-obatan berupa setengah ton perban, obat-obatan sulpha dan penisilin berserahan di sawah.
Dari puing-puing pesawat itu tidak ditemukan sepucuk senjatapun seperti yang dicurigai oleh Belanda.
Dalam kecelakaan itu hanya satu penumpang yang selamat ialah Abdulgani Handonotjokro.
Instruksi KSAU
KSAU Komodor Udara S. Suryadarma sebenarnya telah menginstruksikan tiga hal melalui perwakilan AURI di Singapura terkait penerbangan Dakota VT-CLA kembali ke Tanah Air.
Pertama, penerbangan dilakukan pagi-pagi sekali atau sore hari menjelang matahari terbenam.
Kedua, Setibanya di atas Maguwo tidak perlu mengadakan putaran terlebih dulu, tetapi langsung mendarat.
Ketiga, penerbangan dilakukan secara sendiri.
Peringatan KSAU tersebut untuk mengantisipasi adanya serangan balasan Belanda atas pengeboman yang dilakukan pada 29 Juli 1947 pagi.
Tiga pesawat AURI menjatuhkan bom di Semarang, Salatiga dan Ambarawa. Serangan itu sempat membuat panik tentara Belanda.
Namun, pesawat meninggalkan Singapura pukul 13.00, menuju Pangkalan Udara Maguwo. Entah instruksi KSAU tidak sampai atau ada hal-hal lain yang dipertimbangkan sehingga pesawat Dakota VT-CLA berangkat tidak sesuai instruksi. Tidak ada pernyataan yang mendukungnya.
Selain itu, keberangkatan pesawat Dakota VT-CLA yang membawa obat-obatan ke Indonesia telah disiarkan secara khusus oleh media massa The Malayan Times.
Pada siaran tersebut dinyatakan bahwa penerbangan tersebut hanya bersifat pengiriman obat-obatan dan telah ada persetujuan antara pemerintah Inggris dan Belanda.
Di samping itu, keberangkatan pesawat Dakota dari Singapura biasanya telah dikirim flight plan ke Pemerintah Belanda di Indonesia melalui telegram begitu pesawat lepas landas. Semestinya telegram diterima oleh Belanda pada hari itu juga.
Dengan dasar ketentuan hukum internasional yang telah dipenuhi itu, seharusnya penerbangan pesawat Dakota berlaku secara legal menuju Maguwo, Yogyakarta. Namun, kenyataannya Belanda tetap menembak pesawat Dakota.
Hal ini merupakan fakta awal dari pengkhianatan Belanda yang terencana untuk menghancurkan Dakota VT-CLA yang tidak bersenjata.
Sementara, pihak Belanda mengatakan penembakan pesawat Dakota dilakukan dengan sangat terpaksa karena tidak memakai tanda palang merah dan tidak jelas tanda kebangsaannya.
Bagaimanapun juga, seperti dikuti dari buku tersebut, pihak Belanda telah mengetahui bahwa pesawat tersebut adalah Dakota VT-CLA yang dibuntuti lebih dulu.
Sementara dalam laporannya tanggal 31 Juli 1947, Gubernur Jenderal H. J. Van Mook menyatakan, "...pesawat tersebut (pesawat yang mengebom Semarang) dikejar dan di Maguwo ditembaki dalam hanggar...selanjutnya di Maguwo satu pesawat musuh bermesin dua ditembak jatuh sedangkan satu pesawat berbaling-baling empat dihancurkan di tanah."
Pemakaman Jenazah
Atas permintaan keluarga, Jenazah Adisutjipto dimakamkan di pemakaman umum Kuncen, Yogyakarta. Sementara Abdulrachman Saleh dimakamkan di pemakaman keluarga yang juga terletak di Kuncen.
Sedangkan, jenazah Adisumarmo dimakamkan di pemakaman Semaki, yang kemudian berubah namanya menjadi Taman Makan Pahlawan Kusuma Negara Semaki.
Iring-iringan pengantar jenazah demikian panjangnya, diawali dengan pasukan pejalan kaki AURI dan disusul dengan kereta jenzah. Para pelajar, pegawai, masyarakat dan masyarakat umum ikut berpartisipasi mengiringi kereta jenazah menuju pemakaman.
Proses oemakaman ketiga tokoh perintis AURI tersebut diawali dengan upacara militer. Tembakan salvo mengiringi masuknya peti jenazah ke liang lahat.
Gugurnya ketiga tokoh perintis tersebut justru memompa semangat anggota AURI lainnya untuk tetap gigih melawan Belanda.
https://nasional.kompas.com/read/2018/04/09/18362441/29-juli-1947-dan-gugurnya-tiga-pahlawan-auri