"Dari itu hanya tiga yang betul ada peristiwa dengan korbannya ulama atau pengurus mesjid. Di Jawa Timur ada satu, di Jawa Barat dua," kata Tito saat ditemui di acara Tarbiyah PERTI di Jakarta, Sabtu (3/3/2018).
Ia mengatakan, dari penelusuran satuan tugas nusantara, ada empat klasifikasi terkait isu penyerangan ulama.
Pertama, ada tiga peristiwa yang benar-benar terjadi dengan korban ulama dan pelaku orang dengan gangguan kejiwaan.
"Ini peristiwa spontan. Tapi di medsos kemudian dibumbui," kata Tito.
Kedua, ada peristiwa penyerangan yang direkayasa. Ia menyebutkan, ada laporan di Cicalengka Ciamis, Kediri, dan Balikpapan mengenai penganiayaan ulama. Setelah dilakukan rekonstruksi, ketahuan bahwa peristiwa itu dibuat-buat dan tidak benar-benar terjadi. Bajunya sengaja dirobek seolah diserang dengan parang.
"Alasannya ingin dapat perhatian karena kekuarangan ekonomi," kata Tito.
Ketiga, polisi menerima laporan adanya penganiayaan ulama di Bogor, Jawa Barat. Pelakunya diduga orang gangguan kejiwaan. Namun, setelah dicek, ternyata korban bukan ulama, melainkan petani. Sedangkan pelakunya adalah tetangganya sendiri.
Klasifikasi keempat, kata Tito, beredar kabar adanya peristiwa penganiayaan. Namun, ternyata kabar tersebut bohong.
Dengan melihat modus tersebut, Tito menilai ada pihak yang sengaja menggoreng isu tersebut menjadi besar dan meresahkan masyarakat.
Karena itu, ia meminta masyarakat lebih selektif memilah informasi yang diterima. Jangan menelan mentah-mentah kabar yang disebarkan orang lain, bahkan oleh orang terdekat.
"Tolong tabayyun. Jangan termakan, apalagi sampai berkonflik di antara kita," kata Tito.
https://nasional.kompas.com/read/2018/03/03/22365081/kapolri-isu-penyerangan-ulama-mayoritas-hoaks