Wakil Presiden RI Jusuf Kalla pun menganggap bahwa pasal tersebut diperlukan. Alasannya, presiden atau wakil presiden adalah lambang negara yang harus dihormati.
"Dibandingkan di Thailand. Menghina anjingnya raja juga itu anda bisa dihukum," kata Kalla di kantor Wakil Presiden RI, Jakarta, Selasa (6/2/2018).
Menurut Kalla, presiden dan wakil presiden tak masalah dengan berbagai kritik yang ditujukan. Tapi tidak dengan penghinaan.
"Anda kritik habis-habisan, kan presiden, wakil presiden tidak ada soal. Cuman jangan menghina," kata Kalla.
Sebab kata Kalla, kritik dan penghinaan jelas dua hal yang berbeda. Kritik punya dasar, sebaliknya penghinaan justru tak berdasar.
"Jadi kalau mau kritik, ktritik saja. Tapi ada buktinya, ada dasarnya. Menghina tidak ada dasarnya. Katakanlah 'oh presiden itu PKI', dasarnya apa," kata dia.
"Karena itu anda (misal) kalau saya katakan anda PKI, anda bisa tuntut saya kan. Apalagi presiden. Contohnya itu," tambah Kalla.
Kurangi ancaman pidana
Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sepakat bahwa pasal penghinaan terhadap presiden atau wakil presiden akan tetap diatur dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
Meski demikian, ancaman pidana dalam pasal tersebut akan dikurangi untuk menghindari adanya penyalahgunaan wewenang aparat penegak hukum.
Ketua Tim Pemerintah Pembahasan RKUHP Enny Nurbaningsih mengungkapkan bahwa pemerintah akan menurunkan ancaman pidana dalam pasal penghinaan terhadap presiden atau wakil presiden.
Berdasarkan Pasal 263 draf RKUHP hasil rapat antara pemerintah dan DPR per 10 Januari 2018, seseorang yang menyebarluaskan penghinaan terhadap presiden atau wakil presiden dapat dipidana penjara paling lama lima tahun.
Sementara dalam draf yang baru, pemerintah mempertimbangkan untuk mengurangi ancaman pidana menjadi dua tahun.
"Setelah kami melakukan dengan metode delphi, dia nanti punya ukurannya termasuk bobotnya dia sedang jadi antara dua tahunan," ujar Enny dalam rapat tim perumus dan sinkronisasi RKUHP antara pemerintah dan DPR di ruang Komisi III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (5/2/2018).
Dengan mengurangi ancaman pidana, lanjut Enny, akan ada perubahan pola pemidanaan.
Semula ancaman pidana berupa penjara dapat berubah menjadi pidana pengawasan atau kerja sosial jika pidana yang dijatuhkan hanya enam bulan.
"Kalau dua tahun kita bisa menerapkan pola pemindanaan kita tidak penjara. Kita bisa menerapkan dengan pidana pengawasan. Kemudian kalau penjatuhannya ternyata enam bulan bisa dengan pidana kerja sosial," kata Enny.
Selain itu, pihak pemerintah juga menegaskan sikapnya bahwa pasal penghinaan terhadap presiden merupakan delik umum.
Sementara tim perumus dan sinkronisasi dari DPR sepakat dengan usul pemerintah tersebut.
Ketua Panja RKUHP sekaligus pemimpin rapat, Benny K Harman, mengetok palu yang menandakan pasal tersebut tetap ada dalam draf RKUHP dengan pengurangam ancaman pidana. Namun, besaran ancaman pidana pasal penghinaan terhadap presiden akan ditentukan dalam rapat Panitia Kerja.
https://nasional.kompas.com/read/2018/02/06/16382911/jusuf-kalla-bandingkan-di-thailand-menghina-anjing-raja-bisa-dihukum