Ia mengakui dalam pasal 28 Undang-Undang Kepolisian disebutkan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar Kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas Kepolisian.
Namun, menurut dia, pasal tersebut tidak melarang anggota Polri menduduki jabatan sementara di luar institusi Polri, salah satunya penjabat gubernur.
"Itu (penjabat gubernur) kan tugas sementara bukan yang definitif kan. Kecuali yang definitif. Sebenarnya kalau secara aturan enggak ada yang dilanggar," kata Masinton di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (29/1/2018).
Ia menilai pemerintah, dalam hal ini Mendagri, telah mempertimbangkan betul alasan penunjukan petinggi Polri sebagai penjabat gubernur di Jawa Barat dan Sumatera Utara.
Masinton menambahkan, sepanjang petinggi Polri yang menjadi penjabat gubernur bersikap netral maka tak perlu dipermasalahkan.
"Menurut saya aspek pertimbangan Pemerintah itu menjaga kondusivitas pada saat Pilkada, menjaga dalam aspek penegakkan hukum dan juga kamtibmasnya (Keamanan dan Ketertiban Masyarakat) ya," lanjut dia.
Sebelumnya dua perwira tinggi diusulkan menjadi penjabat sementara gubernur. Mereka adalah Asisten Operasi (Asops) Kapolri, Inspektur Jenderal Pol Mochamad Iriawan dan Kepala Divisi Propam Polri Inspektur Jenderal Pol Martuani Sormin.
Dua nama ini merupakan usulan Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian atas permintaan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo.
Nantinya, Iriawan diproyeksikan menjabat sebagai Penjabat Gubernur Jawa Barat. Sedangkan Martuani diusulkan sebagai Penjabat Gubernur Sumatera Utara.
https://nasional.kompas.com/read/2018/01/29/20140441/politisi-pdi-p-anggap-sah-petinggi-polri-sebagai-penjabat-gubernur