Hal ini terkait dengan rencana pembangunan Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) tepat di situs rumah tua Cimanggis.
Menurut dia, jika itu alasannya, maka banyak bangunan di Indonesia yang juga tidak layak dipertahankan karena memiliki latar belakang serupa.
"Jika Rumah Cimanggis dianggap tidak layak sebagai situs sejarah karena bangunan penjajah yang korup, maka akan banyak sekali bangunan sejarah di Indonesia yang perlu dihancurkan dan dikoreksi karena tidak layak sebagai situs sejarah," ujar JJ Rizal kepada Kompas.com, Selasa (16/1/2018).
Begitu pula Istana Negara yang semula merupakan villa mewah pejabat kompeni yang dijadikan kantor gubernur jenderal Belanda.
"Istana Bogor juga sama. Itu vila mewah gubernur jenderal kompeni dan termasuk tamannya yang menjadi Kebun Raya Bogor kini digusur saja karena dulu laboratorium para ilmuwan kolonial," kata Rizal.
Bahkan, kata Rizal, di Makassar yang merupakan kampung Kalla, ada Fort Rotterdam yang merupakan benteng tanda awal kolonialisme Belanda di Indonesia Timur yang dikepalai Speelman yang juga korup.
"Itu juga harus diratakan saja. Daftar ini masih bisa ditambah panjang sekali," kata dia.
Rizal mengatakan, bangunan peninggalan jaman kolonial itu patut dipertahankan dengan kesadaran bahwa masyarakat Indonesia bisa belajar dari masa lalu.
Dengan mempelajari masa lalu, kata dia, maka akan menyiapkan masa depan yang baik juga.
"Demikian juga Rumah Cimanggis. Harusnya dilihat bukan sebagai membanggakan tindakan korupsi, tetapi jusru medium pelajaran agar jangan korupsi," kata Rizal.
Rizal menganggap pernyataan Kalla bagai lonceng peringatan bahwa Istana Negara masih dijangkiti penyakit Hongerodeem alias 'busung lapar' sejarah.
Seharusnya, kata dia, 'busung lapar' sejarah itu sudah lenyap saat Presiden Joko Widodo mendeklarasikan Nawacita sebagai jalan politik kepemimpinan Jokowi-JK.
Sebab, pada butir kedelapan Nawacita menegaskan pentingnya pengajaran sejarah.
Apalagi dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya menjamin perlindungan benda dan bangunan bersejarah.
Kalla, kata dia, telah mengabaikan amanat dari undang-undang tersebut.
"Saya kira pak JK perlu menyadari ucapannya itu menandai ia terjangkit sakit hongerodeem yang membuatnya seperti pohon kering karena tak punya akar, sehingga tak bisa memberi keteduhan, apalagi kebijaksanaan," kata Rizal.
Untuk menyikapi penghapusan situs rumah tua Cimanggis itu, Rizal dan komunitas sejarah Depok membuat petisi di change.org.
Wapres JK sebelumnya meminta kepada sejumlah pihak yang menghambat pembangunan Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) agar berhenti mempertentangkan penghapusan situs rumah tua Cimanggis.
"Jangan dipertentangkan antara rumah itu dengan pemanfaatan wilayah untuk UIII. Kita melihat masa depan, bagaimana kita membuat Islam yang moderat di Indonesia yang mempunyai pengaruh luas," kata Wapres JK di Kantor Wapres Jakarta, Senin (15/1/2018), seperti dikutip Antara.
Wapres Kalla juga menjelaskan bahwa situs rumah tua tersebut merupakan peninggalan gubernur jenderal VOC yang korup untuk istri keduanya, sehingga tidak perlu dibela menjadi situs bersejarah.
"Rumah itu rumah istri kedua dari penjajah Belanda yang korup, masa situs itu harus ditonjolkan terus dan dijadikan situs (sejarah) masa lalu? Yang kita (Pemerintah) mau bikin di situ adalah situs untuk masa depan," jelasnya.
Rencana pembangunan gedung UIII di kawasan situs rumah tua Cimanggis tersebut mendapat protes dari beberapa pihak pegiat sejarah.
Penghapusan rumah tua tersebut dinilai akan menghilangkan jejak sejarah di Cimanggis, Depok.
Rumah tua peninggalan Belanda yang berada di komplek RRI Cimanggis tersebut didirikan pada rentang 1771 - 1775 sebagai tempat tinggal istri kedua Gubernur VOC Petrus Albertus Van Der Parra, yakni Yohana Van Der Parra.
Wakil Kepala Polri Komjen Syafruddin dalam kunjungannya ke lokasi pembangunan beberapa waktu lalu mengatakan kampus UIII dibiayai oleh APBN sekitar Rp 400 miliar.
https://nasional.kompas.com/read/2018/01/16/16080021/jk-anggap-rumah-cimanggis-tak-layak-jadi-situs-sejarah-ini-kata-sejarawan