Arief dilaporkan telah melakukan pelanggaran kode etik sebelum proses uji kelayakan dan kepatutan terkait pencalonannya kembali sebagai hakim konstitusi di DPR, Rabu (6/12/2017).
Atas putusan tersebut, Dewan Etik MK menjatuhkan sanksi berupa teguran lisan kepada Arief.
"Pada 11 Januari 2018 Dewan Etik menuntaskan pemeriksaan dan hasilnya menyatakan bahwa hakim terlapor terbukti melakukan pelanggar kode etik ringan. Oleh karena itu, Dewan Etik menjatuhkan sanksi teguran lisan," ujar juru bicara MK Fajar Laksono saat memberikan keterangan pers di gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (16/1/2018).
Fajar menuturkan, dalam pemeriksaan oleh Dewan Etik, Arief terbukti melanggar kode etik karena bertemu dengan sejumlah pimpinan Komisi III DPR di Hotel Ayana Midplaza, Jakarta.
Menurut Fajar, Arief menghadiri pertemuan tersebut tanpa undangan secara resmi dari DPR, melainkan hanya melalui telepon.
"Pelanggaran ringan ialah bahwa hakim terlapor itu menghadiri pertemuan di Midplaza bertemu dengan pimpinan Komisi III DPR tanpa surat undangan resmi, hanya melalui telepon. Maka dalam poin ini dipandang sebagai pelanggaran etik ringan," tuturnya.
Sementara, dalam rangkaian pemeriksaan, Arief dinyatakan tidak terbukti melakukan lobi-lobi politik saat bertemu dengan pimpinan komisi III.
"Dalam rangkaian pemeriksaan tidak terdapat bukti bahwa hakim terlapor melakukan lobi-lobi politik," kata Fajar.
Keterangan anggota DPR
Sementara itu, Anggota Dewan Etik MK Salahuddin Wahid menjelaskan, pihaknya telah meminta keterangan dari anggota DPR dari Komisi III, yakni Trimedya Panjaitan, Arsul Sani dan Desmond Junaidi Mahesa.
Sementara, empat anggota Dewan lain, yaitu Bambang Soesatyo, Benny K. Harman, Hasrul Azwar Harahap dan Mulfachri Harahap tidak memenuhi panggilan.
Menurut Salahuddin, ketiganya mengakui adanya pertemuan antara sejumlah anggota Komisi III dan Arief. Pertemuan tersebut terjadi di DPR dan Hotel Ayana Midplaza.
Pertemuan Arief dan Komisi III di DPR dilakukan berdasarkan surat undangan resmi untuk menyusun jadwal uji kelayakan dan kepatutan sebagai calon hakim konstitusi.
Namun, pertemuan kedua di Hotel Ayana Midplaza tidak dilakukan melalui undangan resmi.
Trimedya dan Arsul membantah adanya lobi-lobi politik dalam pertemuan itu. Sedangkan Desmond membenarkan telah terjadi lobi politik, seperti yang diberitakan oleh salah media massa nasional.
"Satu orang mengatakan terjadi lobi seperti yang ditulis dalam media, tapi dibantah oleh Trimedya dan Arsul Sani. Jadi satu orang mengatakan ada lobi dan dua orang tidak terjadi lobi," kata Salahuddin.
"Jadi pelanggaran berat etik itu sama sekali tidak terbukti," tuturnya.
Sebelumnya, sejumlah aktivis yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan Mahkamah Konstitusi (MK) melaporkan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Arief.
Arief dilaporkan terkait dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan sebelum proses uji kelayakan dan kepatutan,
Salah satu anggota koalisi, aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama S Langkun mengatakan, berdasarkan pemberitaan di beberapa media massa pada November hingga Desember 2017, Arief diduga telah melakukan lobi kepada anggota Komisi III DPR RI, pimpinan fraksi di DPR RI, dan pimpinan partai politik.
Lobi tersebut bertujuan agar DPR mendukung dirinya sebagai calon tunggal hakim konstitusi dan kemudian dipilih sebagai hakim konstitusi perwakilan DPR RI untuk periode 2018-2023.
https://nasional.kompas.com/read/2018/01/16/14555591/putusan-dewan-etik-ketua-mk-arief-hidayat-melanggar-kode-etik-ringan