Karangasem merupakan salah satu wilayah yang terdampak langsung erupsi Gunung Agung karena letaknya di lereng gunung.
Salah satu pengungsi di Banjar Tengading, Desa Antiga, Wayan Pundo mengatakan bahwa dirinya sudah tiga kali berpindah tempat pengungsian.
"Jarak rumah ke pengungsian sekarang jauh, 1,5 jam naik sepeda," ujar Pundo, saat ditemui di pengungsian.
Ia mengungsi bersama istri dan dua anaknya. Salah satunya, Kadek Tantri, baru lahir satu bulan lalu di pengungsian.
Sebelum mengungsi, Pundo berprofesi sebagai pencari batu dan pasir untuk dasar pondasi rumah. Tak jauh berbeda, setelah di pengungsian, ia menjadi tukang bangunan.
Menurut dia, uang yang dia dapatkan dari pekerjaan itu lumayan untuk tambahan uang. Sementara biaya obat dan makanan sudah gratis dari pengungsian.
Pundo merasa lebih aman di pengungsian daripada di rumah. Apalagi aktivitas Gunung Agung belakangan sulit diprediksi.
"Sudah sebulan lebih tidak berani pulang. Karena letusannya gini, terus gitu lagi. Kalau kerjaan sih belakangan yang dicari. Kalo rumah rusak dikit, ya sudah belakangan saja diperbaiki. Kalau saya, jiwanya yang diamankan dulu," kata dia.
Selama di pengungsian, Pundo dan keluarga tidak merasa kekurangan makanan atau obat. Setiap dua hari sekali ada tim medis yang menyambangi pengungsian untuk mengecek kesehatan dan memberi obat gratis.
Di pengungsian lainnya, tepatnya di Banjar Bugbug, Karangasem, Kadek Setiawati juga merasa kondisinya baik-baik saja selama di pengungsian.
Bahkan, ia masih bisa meneruskan pekerjaannya sebagai penganyam kerajinan ate untuk dijadikan tempat tissu. Sekaligus, mengatasi kejenuhannya selama berminggu-minggu pengungsian.
"Sudah nganyam sejak sebelum ngungsi, kesehariannya itu," kata Kadek.
Hiburan untuk pengungsi
Tak hanya makanan dan obat-obatan yang disediakan untuk para pengungsi. Kepolisian di tempat bencana juga mengerahkan bantuan berupa hiburan agar warga yang jauh dari rumah tidak merasa jenuh.
Salah satunya dengan memasang layar besar dan menampilkan video klip ataupun film. Di pengungsian Banjar Bugbug, Polres Karangasem juga memutarkan video penampilan bondres, semacam pertunjukan ketoprak, namun khas Bali.
"Hiburan yang dibawakan banyak bercanda, lucu, diharapkan dapat mempengaruhi psikologis segingga bisa mengurangi rasa sedih pengungsi," kata Aipda Eko Waluyo, anggota Satuan Pembinaan Masyarakat Polrea Karangasem.
Tak hanya membuat mereka kembali ceria, hiburan tersebut sekaligus penyembuh trauma. Eko mengakui tempat pengungsian pasti membuat warga jenuh. Oleh karena itu, para pengungsi membutuhkan hiburan sebagai dampak psikologis.
Untuk orang dewasa, kepolisian bekerjasama dengan relawan atau yayasan untuk mengecek kondisi psikologis pengungsi.
Yayasan tersebut memberikan pelayanan konsultasi dan mengorek keluh kesah mereka selama di pengungsian.
Sementara itu, anak-anak dihibur dengan berbagai permainan interaktif.
Sebagaimana yang juga dilakukan oleh Kasubag Program Bagian Perencanaan Polres Karangasem AKP Ni Nengah Artini dan tim polwan. Ia berkeliling dari satu pengungsian ke pengungsian lain untuk menghibur anak-anak di sana.
"Sekecil apapun halamannya, bisa kami manfaatkan. Yang penting anak-anak bisa bermain," ujar Artini.
Permainan yang dimainkan sederhana saja, seperti ular naga, joget bola, membuat lingkaran besar dan berputar, menyanyi bersama, hingga kejar-kejaran.
Artini dan polwan lainnya berupaya agar bisa membuat anak-anak tersebut kembali ceria dan tidak merasa kebahagiaannya terenggut karena bencana.
"Intinya anak anak melupakan sejenak kejenuhan di tempat ini. Kan diajak main pasti lupa mereka. Supaya tidak larut dalam kesedihan," kata Artini.
Tak lupa berdoa
Hidup dalam kesusahan tak membuat para pengungsi lalai menjalankan ibadah. Mereka berdoa agar bencana ini segera berlalu.
Sebelum bermain, kata Artini, dirinya mengajak anak-anak untuk berdoa agar kehidupan mereka kembali normal.
Di GOR Swecapura, Klungkung, sejumlah pengungsi beragama Hindu mendatangi pura kecil di sekitar sana. Jadwal beribadah mereka pada pagi dan sore hari.
Salah satu yang beribadah yakni Ni Luh Putu Septiani (10) bersama kawan-kawannya.
"Minta selamat biar gunung tidak meletus," kata Septiani usai beribadah.
Septiani kini duduk di kelas 4 Sekolah Dasar. Ia juga berdoa agar dirinya naik kelas.
https://nasional.kompas.com/read/2017/12/14/21195761/mengintip-kehidupan-pengungsi-yang-terdampak-erupsi-gunung-agung