Pekan lalu, salah satu calon kuat ketua umum, Airlangga Hartarto, dan sejumlah pimpinan DPD Golkar menemui Presiden Jokowi untuk menginformasikan perkembangan dinamika internal partai berlambang pohon beringin itu.
Ray mengatakan, jangan sampai muncul persepsi bahwa Presiden Jokowi mengendalikan kebijakan Golkar, khususnya soal pergantian ketua umum.
Isu semacam itu tidak hanya merugikan Presiden sebagai eksekutif, tetapi juga merugikan Airlangga sebagai kandidat ketua umum.
Apalagi, ada faksi-faksi di internal Partai Golkar yang kecewa terhadap Presiden Jokowi karena dinilai tidak maksimal dalam melindungi Setya Novanto.
"Juga ada kelompok yang kecewa dengan Pak Jokowi karena menganggap tidak ada upaya maksimal dari Pak Jokowi untuk tetap melindungi ketum mereka Setya Novanto. Ada kelompok yang tidak terlalu happy dengan sikap Pak Jokowi yang kelihatan netral ini. Oleh sebab itu saya katakan, hati-hati, jangan over," lanjut Ray.
Baca: Idrus Marham Ungkap Keinginan Jokowi terhadap Golkar
Mengenai pertemuan pimpinan DPD tingkat I Golkar dengan Presiden, Ray berpendapat, tak bisa dianggap sebagai bentuk intervensi Presiden. Sebab, pertemuan tersebut merupakan inisiatif para kader Golkar, bukan Presiden Jokowi.
"Intervensi itu kalau Presiden yang datang. Lah ini mereka yang datang sendiri," kata Ray.
Para pimpinan DPD I Partai Golkar sebelumnya menemui Presiden Joko Widodo di Istana Bogor, Kamis (30/11/2017).
Dalam pertemuan tersebut, DPD I Golkar meminta izin Jokowi agar Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto bisa mencalonkan diri sebagai ketua umum Golkar menggantikan Setya Novanto yang menjadi tersangka kasus korupsi proyek E-KTP.
Jokowi disebut telah memberikan restu kepada Airlangga. Usai bertemu Jokowi, para pimpinan DPD I dan Airlangga juga mengadakan pertemuan dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
https://nasional.kompas.com/read/2017/12/04/11205161/soal-munaslub-golkar-disarankan-jaga-jarak-dengan-jokowi