Salin Artikel

3 Tahun Jokowi-JK, Wiranto Akui Sulit Tuntaskan Kasus Pelanggaran HAM

Akibatnya, selama tiga tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla, penyelesaian kasus pelanggaran HAM tak menemui kemajuan yang berarti.

Wiranto mengatakan, penyelesaian kasus HAM terkendala dalam pembuktian dan kesaksian.

"Para aparat penegak hukum, apakah itu Komnas HAM, apakah itu kepolisian, kejaksaan, untuk menemukan bukti dan saksi, itu sungguh sangat sulit," kata Wiranto dalam jumpa pers 3 tahun Jokowi-JK di Kantor Staf Kepresidenan, Jakarta, Kamis (19/10/2017).

Wiranto beralasan, lamanya penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM tersebut membuat kasus menjadi bias.

Baca: Kontras Pesimistis Jaksa Agung Punya Komitmen Selesaikan Kasus HAM Masa Lalu

Ia berpendapat, masalah hukum hanya bisa ditangani secara adil dan efektif jika disesuaikan dengan kondisi hukum dan masyarakat saat kasus itu terjadi.

"Tatkala ditarik ke masa berbeda, dengan hukum yang sudah berkembang, dengan situasi lingkungan yang berbeda, maka akan sangat sulit," ujar Wiranto.

Wiranto mengklaim, pihaknya terus melakukan rapat koordinasi untuk menyelesaikan kasus HAM yang terjadi di Indonesia.

Namun, penyelesaian secara yudisial sudah sangat sulit untuk dilakukan. Sehingga untuk mencegah terjadinya konflik baru di masyarakat maka penyelesaian dilakukan dengan cara nonyudisial atau rekonsiliasi.

"Untuk mencegah friksi yang menganggu kami sepakati dengan jalur non-yudisial," kata Wiranto.

Baca: Aksi Kamisan ke-503, Asa untuk Tumbuh dan Berlipat Ganda...

Terkait dokumen rahasia Kedutaan Besar AS di Jakarta mengenai peristiwa 1965, Wiranto menyebut Indonesia tak bisa serta-merta bisa menjadikannya sebagai bukti baru untuk penyelidikan.

Menurut dia, dokumen itu harus ditelusuri kebenarannya lebih dulu.

"Perlu upaya meyakini betul apakah informasi dari luar negeri bisa jadi bagian pembuktian itu," kata Wiranto.

Sementara, untuk kasus pelanggaran HAM di Papua, Wiranto menegaskan, pemerintah juga memiliki keseriusan untuk menyelesaikannya.

Namun, pemerintah juga mengalami sejumlah kendala pada pencarian bukti-buktinya.

Apalagi, ada aturan adat di Papua yang terkadang menjadi penghalang.

"Saat ingin pembuktian, ada perintah otopsi, secara adat di sana menolak, jangan otopsi, yang meninggal jangan diganggu-ganggu lagi, padahal itu butuh untuk proses peradilan yang adil dan jujur," ujar Wiranto.

Komitmen penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu sempat menjadi angin segar bagi para aktivis dan keluarga korban yang selama ini menuntut keadilan.

Di samping Nawacita, janji-janji tersebut juga dituangkan melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) bidang HAM.

Namun, setelah pemerintah berjalan tiga tahun, Amnesty International menyebut bahwa komitmen tersebut masih terasa mengambang.

"Kita ingin katakan kehendak politik yang pernah disampaikan Jokowi dan Jusuf Kalla telah hilang. Sementara waktu makin sempit," ujar Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid dalam diskusi di Jakarta, Kamis (19/10/2017).

Kasus yang dimaksud antara lain peristiwa 1965, kasus Trisakti, hingga meninggalnya aktivis HAM Munir Said Thalib.

Usman mengatakan, Jokowi dan Kalla mewarisi persoalan HAM yang akut di Indonesia. Tak hanya warisan kasus dari periode sebelumnya, namun muncul lagi sejumlah kasus baru.

https://nasional.kompas.com/read/2017/10/20/08454141/3-tahun-jokowi-jk-wiranto-akui-sulit-tuntaskan-kasus-pelanggaran-ham

Terkini Lainnya

UPDATE BNPB: 19 Orang Meninggal akibat Banjir Bandang di Agam Sumbar

UPDATE BNPB: 19 Orang Meninggal akibat Banjir Bandang di Agam Sumbar

Nasional
KNKT Investigasi Kecelakaan Bus Rombongan Siswa di Subang, Fokus pada Kelayakan Kendaraan

KNKT Investigasi Kecelakaan Bus Rombongan Siswa di Subang, Fokus pada Kelayakan Kendaraan

Nasional
Partai Buruh Berniat Gugat Aturan Usung Calon Kepala Daerah ke MK

Partai Buruh Berniat Gugat Aturan Usung Calon Kepala Daerah ke MK

Nasional
Cerita Sulitnya Jadi Ketua KPK, Agus Rahardjo: Penyidik Tunduk ke Kapolri, Kejaksaan, Sampai BIN

Cerita Sulitnya Jadi Ketua KPK, Agus Rahardjo: Penyidik Tunduk ke Kapolri, Kejaksaan, Sampai BIN

Nasional
Jemaah Haji Mulai Diberangkatkan, Fahira Idris: Semoga Sehat, Selamat, dan Mabrur

Jemaah Haji Mulai Diberangkatkan, Fahira Idris: Semoga Sehat, Selamat, dan Mabrur

Nasional
Jemaah Haji Gelombang Pertama Tiba di Madinah, Disambut Meriah

Jemaah Haji Gelombang Pertama Tiba di Madinah, Disambut Meriah

Nasional
Jokowi Diminta Tak Cawe-cawe Pemilihan Capim KPK

Jokowi Diminta Tak Cawe-cawe Pemilihan Capim KPK

Nasional
PBNU: Pratik Haji Ilegal Rampas Hak Kenyamanan Jemaah

PBNU: Pratik Haji Ilegal Rampas Hak Kenyamanan Jemaah

Nasional
Prabowo Disebut Bisa Kena Getah jika Pansel Capim KPK Bentukan Jokowi Buruk

Prabowo Disebut Bisa Kena Getah jika Pansel Capim KPK Bentukan Jokowi Buruk

Nasional
Gerindra Dorong Penyederhanaan Demokrasi Indonesia: Rakyat Tak Harus Berhadapan dengan TPS

Gerindra Dorong Penyederhanaan Demokrasi Indonesia: Rakyat Tak Harus Berhadapan dengan TPS

Nasional
Sekjen Gerindra Sebut Revisi UU Kementerian Negara Dimungkinkan Tuntas Sebelum Pelantikan Prabowo

Sekjen Gerindra Sebut Revisi UU Kementerian Negara Dimungkinkan Tuntas Sebelum Pelantikan Prabowo

Nasional
Pimpinan Komisi X Bantah Pernyataan Stafsus Jokowi soal Banyak Keluarga dan Orang Dekat DPR Menerima KIP Kuliah

Pimpinan Komisi X Bantah Pernyataan Stafsus Jokowi soal Banyak Keluarga dan Orang Dekat DPR Menerima KIP Kuliah

Nasional
Gerindra Siapkan 4 Kader Maju Pilkada DKI, Ada Riza Patria, Budi Satrio, dan Sara

Gerindra Siapkan 4 Kader Maju Pilkada DKI, Ada Riza Patria, Budi Satrio, dan Sara

Nasional
Partai Negoro Resmi Diluncurkan, Diinisiasi Faizal Assegaf

Partai Negoro Resmi Diluncurkan, Diinisiasi Faizal Assegaf

Nasional
Tinjau TKP Kecelakaan Maut Bus di Subang, Kakorlantas: Tak Ditemukan Jejak Rem

Tinjau TKP Kecelakaan Maut Bus di Subang, Kakorlantas: Tak Ditemukan Jejak Rem

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke