Salin Artikel

YLBHI: Pelanggar HAM Warga Rohingya Harus Dituntut Pidana Internasional

Staf advokasi internasional YLBHI Jane Aileen mengatakan, berdasarkan data International Organization for Migration (IOM), lebih dari 18.500 pengungsi Rohingya melarikan diri dari Myanmar ke Bangladesh, dan lebih dari 100 orang meninggal dalam konflik bersenjata yang terjadi.

Oleh sebab itu, Jane mendesak pemerintah Indonesia dan Myanmar segera mengambil langkah-langkah sesuai dengan hukum hak asasi manusia dan hukum humaniter internasional.

"Indonesia dan Myanmar harus segera mengambil langkah-langkah sesuai dengan hukum hak asasi manusia dan hukum humaniter internasional dalam menanggapi kekerasan tersebut," ujar Jane kepada Kompas.com, Minggu (3/9/2017).

(Baca: Tokoh Agama Buddha Indonesia Serukan Bantuan untuk Rohingya)

Jane menjelaskan, pemerintah Myanmar memiliki tanggung jawab untuk melindungi penduduknya dari genosida, kejahatan perang, pembersihan etnis dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Hal tersebut secara jelas diatur dalam Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa 60/1.

Sementara itu, tim pencari fakta PBB yang dipimpin oleh Koffi Annan mengungkapkan tindakan persekusi, diskriminasi dan perlakuan terhadap minoritas Rohingya telah mencapai kejahatan terhadap kemanusiaan.

Oleh karena itu, kasus Rohingya perlu ditangani dengan menggunakan perspektif dan mekanisme hak asasi manusia internasional. Pelaku kekerasan, lanjut Jane, harus dituntut berdasarkan hukum pidana internasional atas kesalahan mereka dan korbannya harus mendapatkan pemulihan.

Selanjutnya, di bawah Resolusi yang sama, Pemerintah Indonesia sebagai anggota masyarakat internasional berkewajiban mendorong dan membantu Myanmar untuk melaksanakan tanggung jawab dan mendukung PBB dalam membangun peringatan dini.

(Baca: Jokowi: Menangani Masalah Myanmar Tak Cukup dengan Kecaman)

"Isu kedaulatan dan urusan dalam negeri tidak berlaku lagi karena kejahatan terhadap kemanusiaan mensyaratkan adanya kewajiban yang mengikat secara internasional (erga omnes). Kami percaya bahwa perdamaian esensial di Myanmar terutama di Rakhine hanya dapat terwujud apabila Pemerintah Myanmar mengakhiri persekusi terhadap Rohingya," kata Jane.

Jane menuturkan, kekerasan terhadap minoritas Rohingya dan arus pengungsi yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari persekusi berkepanjangan terhadap mereka yang masih belum ditangani oleh Pemerintah Myanmar.

Hal ini dibuktikan dengan Pemerintah Myanmar yang mengevakuasi setidaknya 4.000 warga non-Muslim dari Rakhine Barat Laut, namun meninggalkan etnis Rohingya tanpa perlindungan sehingga memaksa mereka untuk melarikan diri ke Bangladesh.

(Baca: Ketua TPF Rohingya: Myanmar Batalkan Tuntutan terhadap 8 Jurnalis)

"Kami memahami bahwa kekerasan bersenjata terhadap Rohingya dipicu oleh serangan kelompok bersenjata di negara bagian Rakhine terhadap 12 pos perbatasan yang menewaskan 12 petugas keamanan. Yang sangat kami kecam adalah serangan balik yang dilakukan tanpa membedakan antara kelompok bersenjata dan warga sipil, yang tidak ikut ambil bagian dalam pertempuran," ucapnya.

Diketahui, kekerasan mematikan semakin memburuk di negara bagian Rakhine, Myanmar, dengan hampir 100 orang tewas.

Korban tewas meningkat karena bentrokan bersenjata antara tentara dan militan Rohingya berlanjut untuk hari ketiga, Minggu kemarin, seperti diberitakan kantor berita Perancis, AFP, dan media Inggris, The Guardian.

Pemerintah telah mengevakuasi setidaknya 4.000 warga desa non-Muslim di tengah bentrokan yang berlangsung di Rakhine barat laut. Ribuan Muslim Rohingya melarikan diri ke Bangladesh.

https://nasional.kompas.com/read/2017/09/04/06474181/ylbhi-pelanggar-ham-warga-rohingya-harus-dituntut-pidana-internasional

Terkini Lainnya

BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

Nasional
Luhut Ingatkan soal Orang 'Toxic', Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Luhut Ingatkan soal Orang "Toxic", Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Nasional
Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Nasional
[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

Nasional
Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Nasional
Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke