Salin Artikel

Uji Materi Perppu Ormas, Mendagri Jelaskan soal Pemutaran Video HTI

Hal ini disampaikan Tjahjo menanggapi protes yang disampaikan kuasa hukum Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Ismail Yusanto, Yusril Ihza Mahendra, atas penayangan video Muktamar HTI yang digelar di Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, pada 2013.

Menurut Tjahjo, video tersebut bagian dari keterangan yang ingin disampaikan pemerintah kepada MK. Tjahjo juga mengaku bahwa sebelumnya telah meminta izin majelis sidang supaya video dapat ditayangkan di persidangan.

"Itu kan sudah kami minta izin bahwa video dengan apa yang saya bacakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan sebagai bukti keterangan, yah enggak ada tujuannya sih," kata Tjahjo di MK, Jakarta, usai persidangan uji materi.

Sementara itu, Ismail Yusanto menilai penayangan video tidak relevan untuk ditayangkan dalam uji materi terkait Perppu Ormas.

"Karena kalau itu dianggap sebagai bukti itu tidak diungkapkan di sini atau sekarang, tapi itu nanti," kata dia.

Menurut Ismail, melalui penayangan video tersebut seolah HTI merupakan organisasi yang harus dan benar-benar dibubarkan. Padahal, video tersebut direkam beberapa tahun lalu.

"Bahwa Hizbut Tahrir sesuatu yang harus dibubarkan dan pemerintah mempunyai dasar yang kuat," kata dia.

Ketika ditanya awak media bahwa apakah dengan demikian maka saat ini HTI sudah berubah, Ismail tidak menjawab tegas.

"Persoalannya bukan berubah atau tidak. Tetapi, apa yang disampaikan pada tahun 2013 sampai sekarang tidak ada suatu yang dianggap sebagai kegentingan yang memaksa. Jadi itu peristiwa 2013, tapi kenapa dipersoalkan sekarang," kata dia.

Mendagri sebelum memaparkan keterangan dari pihak pemerintah terlebih dahulu meminta agar diputarkan potongan video Muktamar HTI pada 2013 lalu. Durasi video tersebut sekitar dua menit.

Dalam video tersebut menampilkan orasi salah satu petinggi di organisasi HTI. Di hadapan para anggota lainnya, petinggi HTI itu menyebutkan perihal empat pilar khilafah yang memerintahkan massa HTI melakukan perubahan.

Dalam orasinya, pertama, ia menyerukan untuk meninggalkan hukum dan sistem jahiliah dengan menegakan hukum syariat Islam.

Kedua, ia menyerukan agar ada perubahan kekuasaan dari tangan para pemilik modal menjadi milik umat. Ketiga, ia meminta untuk meninggalkan sekat-sekat nasionalisme.

"Arah perubahan ketiga, hancurkan sekat-sekat nasionalisme yang telah memecah belah kita semua. Angkat satu orang khalifah untuk menyatukan umat," demikian isi video tersebut.

Mengenai poin keempat, petinggi HTI dalam video itu menyerukan untuk meninggalkan hukum perundang-undangan buatan manusia serta voting dengan menyerahkan sepenuhnya kepada khalifah yang mengambil salah satu pendapat hukum terkuat.

"Inilah empat perubahan yang harus kita lakukan. Dan inilah empat pilar khilafah. Oleh karena itu perubahan yang harus kita lakukan adalah perubahan untuk menegakan khilafah," demikian dalam video tersebut.

Ada tujuh pihak yang mengajukan gugatan terhadap Perppu Ormas. Di antaranya Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Ismail Yusanto dan Advokat Cinta Tanah Air (ACTA).

Pascapenerbitan Perppu Ormas, pemerintah kemudian mencabut status badan hukum HTI lantaran dianggap anti-Pancasila.

https://nasional.kompas.com/read/2017/08/30/19545471/uji-materi-perppu-ormas-mendagri-jelaskan-soal-pemutaran-video-hti

Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Nasional
Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Nasional
Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Nasional
Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke