JAKARTA, KOMPAS.com - Deputi Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Apung Widadi, menganggap politisi Partai Golkar Mukhamad Misbakhun kekanak-kenakan.
Ini disebabkan usulan Misbakhun agar DPR memboikot pembahasan anggaran Komisi Pemberantasan Korupsi dan Polri jika tidak mau menghadirkan mantan anggota DPR Miryam S Haryani ke hadapan Pansus Hak Angket KPK.
"Selain ke kanak-kanakan karena ancam-mengancam, Sikap DPR berencana menyandera anggaran tersebut adalah tindakan melawan hukum," ujar Apung melalui keterangan tertulis, Selasa (20/6/2017).
"Secara konstitusional, KPK dan Polri mendapat alokasi dana dari APBN," kata dia.
Apung menilai, tidak semestinya DPR mempolitisasi APBN. Sebab, APBN merupakan uang rakyat dan harus dimanfaatkan sebaik mungkin untuk kepentingan rakyat.
Ia juga menilai semestinya politik anggaran yang dilakukan DPR ialah sejalan dengan semangat antikorupsi, bukan justru mendukung praktik korupsi.
"Sehingga tidak relevan ketika DPR mempolitisasi uang rakyat di APBN. Harusnya untuk antikorupsi, DPR ingin membelokkan ke arah yang mendukung korupsi melalui hak angket. Itu uang rakyat, bukan uang anggota DPR. Wajib untuk KPK dan Polri setiap tahun," kata Apung.
Sebagai anggota Pansus Hak Angket KPK, Misbakhun mengusulkan penahanan anggaran Polri dan KPK untuk 2018 jika tak mematuhi perintah undang-undang untuk membantu kerja pansus dalam menghadirkan mantan Miryam S Haryani.
Hal itu diungkapkan Musbakhun menyusul sikap Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian yang enggan membantu untuk membawa paksa Miryam ke pansus angket.
(Baca: Misbakhun Minta Anggaran Polri dan KPK Ditahan)
Padahal, menurut Misbakhun, aturan mengenai pemanggilan paksa telah tercantum dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).
"Apabila mereka tidak menjalankan apa yang menjadi amanat UU MD3 maka DPR mempertimbangkan, saya meminta komisi III mempertimbangkan pembahasan anggaran untuk Kepolisian dan KPK (tak dilakukan)," kata Misbakhun.
(Baca juga: Kapolri Tak Akan Bawa Miryam ke Pansus Angket KPK, Ini Alasannya)