Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Kronologi Penyelewengan Pengadaan Garam Impor oleh Dirut PT Garam

Kompas.com - 11/06/2017, 15:18 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Badan Reserse Kriminal Polri menangkap dan menahan Direktur Utama PT Garam (Persero), Achmad Boediono kemarin Sabtu (10/6/2017).

Achmad Boediono disangka melanggar Pasal 62 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, melanggar Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, dan melanggar Pasal 3 atau Pasal 5 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Agung Setya mengatakan, penyalahgunaan importasi garam tersebut bermula dari penugasan yang diterima PT Garam untuk mengimpor garam konsumsi.

Untuk diketahui, saat ini hanya PT Garam lah pelaku industri garam tanah air yang boleh mengimpor garam konsumsi.

Agung menyampaikan, pada tanggal 1 Maret 2017, PT Garam mengumpulkan kurang lebih 53 perusahaan garam yang memproduksi garam konsumsi. Tujuannya adalah untuk mendapatkan rencana kebutuhan.

(Baca: Bareskrim Tangkap Dirut PT Garam Terkait Dugaan Penyalahgunaan Izin Impor)

"Perusahaan-perusahaan garam konsumsi itu diminta untuk memberikan (informasi) berapa kebutuhan mereka masing-masing," kata Agung di Mabes Polri, Jakarta, Minggu (11/6/2017).

Pada tanggal itu juga PT Garam mengumpulkan delapan pemasok dari India dan Australia. Dan pada hari itu juga diputuskan satu perusahaan asal India dan satu perusahaan asal Australia memenangkan lelang.

Satu perusahaan asal Australia akan memasok sebanyak 55.000 ton dan satu perusahaan asal India akan memasok sebanyak 20.000 ton.

Fakta lain yang ditemukan yaitu, ternyata PT Garam sebelumnya sudah mengantongi Surat Persetujuan Impor (SPI) dari Kementerian Perdagangan untuk importasi garam konsumsi sebanyak 75.000 ton, yaitu SPI Nomor 42 dan SPI Nomor 43.

Agung mengatakan, izin tersebut urung direalisasikan lantaran, pemenang lelang (perusahaan asal Australia dan India) tersebut faktanya adalah pemasok garam industri.

"Saudara AB ini berperan terkait permintaan dukungan. Artinya, dia mengubah rencana importasi garam konsumsi (sesuai SPI) menjadi garam industri (sesuai pemenang lelang)," kata Agung.

(Baca: Penyalahgunaan Impor PT Garam Rugikan Negara Rp 3,5 Miliar)

"Mengubah konsentrasi NaCl dalam surat permohonan impornya, menjadi di atas 97 persen (garam industri). Kemudian diberikan dukungan dari KKP ke Kemendag dalam hal ini Ditjen Daglu," kata dia lagi.

Setelah perubahan konsentrasi NaCl atau kadar garam dalam surat permohonan impor, PT Garam lantas berhasil mengantongi SPI Nomor 45 untuk importasi garam industri.

"Proses pengadaan ini kita duga ada penyimpangan," imbuh Agung.

Tak hanya itu saja pelanggaran yang dilakukan tersangka, garam industri yang kemudian dikemas sebagai garam konsumsi dengan cap SEGI TIGA G melanggar Undang-undang Perlindungan Konsumen. Salah satunya terkait informasi produk yang tidak sesuai.

"Di kemasan disebutkan bahwa garam ini terbuat dari bahan baku lokal. Padahal impor. Kemudian kalau itu garam konsumsi, maka kandungan NaCl-nya tidak boleh lebih dari 97 persen. Tetapi, hasil lab mengatakan kandungannya 99 persen," ujar Agung.

Kompas TV Penyidik Mabes Polri menahan Direktur PT Garam setelah ditetapkan sebagai tersangka penyimpangan izin impor dan distribusi garam.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Cuaca di Arab Sangat Panas, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Jemaah Haji Meninggal Kepanasan

Cuaca di Arab Sangat Panas, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Jemaah Haji Meninggal Kepanasan

Nasional
Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Nasional
Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Nasional
Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Nasional
Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Nasional
JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang 'Toxic'

JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang "Toxic"

Nasional
Tanggapi Luhut soal Orang 'Toxic', Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Tanggapi Luhut soal Orang "Toxic", Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Nasional
Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Nasional
Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim 'Red Notice' ke Interpol

Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim "Red Notice" ke Interpol

Nasional
Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Nasional
Anggap 'Presidential Club' Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Anggap "Presidential Club" Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Nasional
Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Nasional
Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Nasional
KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat 'Presidential Club'

Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat "Presidential Club"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com