JAKARTA, KOMPAS.com - Upaya pemerintah untuk membubarkan organisasi kemasyarakatan (Ormas) Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) melalui jalur peradilan membutuhkan waktu panjang.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, Kejaksaan Agung menyarankan agar diterbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk mempercepat upaya pembubaran HTI.
"Di UU Ormas memang ada tahapannya lewat proses hukum, itu butuh waktu lebih kurang 4-5 bulan. Tapi usul Jaksa Agung kan memungkinkan dengan Perppu," kata Tjahjo, di Jakarta, Selasa (16/5/2017).
Politisi senior Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) ini, mengatakan, DPR RI akan membahas usulan pemerintah tersebut dalam rapat paripurna pada Kamis (18/5/2017).
"DPR juga akan paripurna membahas itu (Perppu). Sekarang akan kita lihat mana yang lebih tepat, itu saja secara prinsip," kata Tjahjo.
Ia menegaskan, pada dasarnya, pemerintah menghargai hak setiap warga negara untuk berserikat.
Baca: Pemerintah Harus Pastikan Pembubaran HTI Taat Prosedur
Akan tetapi, ormas di Indonesia wajib berasaskan atau berideologi tunggal yakni Pancasila.
"Asas tunggal Pancasila harus masuk dalam setiap partai politik, ormas. Setiap warga boleh berserikat tapi asal asasnya tunggal. Dalam konteks berbangsa dan bernegara harus tunduk pada peraturan," kata dia.
Aturan pembubaran organisasi kemasyarakatan tertuang dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
Pasal 59 UU Ormas menjelaskan tentang larangan bagi sebuah ormas.
Larangan itu, antara lain, melakukan tindakan permusuhan terhadap suku, agama, ras, dan golongan.
Ormas juga tidak boleh melakukan tindakan kekerasan yang mengganggu ketentraman dan ketertiban umum, termasuk perbuatan merusak.
Sanksi bagi pelanggar diatur dalam Pasal 60 sampai Pasal 82, di antaranya pembubaran.
Pemerintah daerah dalam UU ini bisa menghentikan kegiatan ormas.