Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi: Sekarang, Negara Cepat akan Mengalahkan Negara Lamban

Kompas.com - 04/05/2017, 14:11 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo meyakini kompetisi global akan dimenangkan bukan oleh negara-negara besar dan kuat, melainkan oleh negara yang cepat beradaptasi dengan perkembangan zaman.

"Persaingan antarnegara, bukan lagi yang besar mengalahkan yang kecil, ndak. Bukan juga yang kuat mengalahkan yang lemah. Tetapi negara yang cepat, mengalahkan yang lamban. Negara manapun itu," ujar Jokowi dalam Rapat Koordinasi Nasional Bidang Kemaritiman 2017 di Sasana Kriya, TMII, Jakarta Timur, Kamis (4/5/2017).

Salah satu bentuk cepatnya perkembangan zaman yakni penerapan tekonologi.

"Teknologi yang harus kita kejar. Tanpa itu, sekali lagi, sulit kita mengejar ketertinggalan dengan negara-negara yang lain," ujar Jokowi.

Jokowi meminta agar semua pihak tak berpuas diri dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terbesar ketiga di antara negara-negara G-20. Jika segenap birokrasi di Indonesia tidak memperbaiki diri dan melakukan terobosan di bidang tekonologi, Indonesia akan kalah dari negara-negara lain.

(Baca: RI Incar Investasi Teknologi dan Jasa dari AS)

Beberapa sektor menjadi sorotan Jokowi. Sebab, seharusnya sektor tersebut sudah diisi dengan teknologi. Namun, hingga saat ini kementerian terkait masih belum melakukannya. Contoh pertama yakni soal pembayaran karcis jalan tol yang masih menggunakan sistem uang tunai.

"Coba bapak ibu silakan berbelanja di Tiongkok. Masuk ke restoran besar, atau mal. Yang ditanya bukan credit card lagi, tapi credit mobile. Kita jalan tol saja masih bayar cash. Pakai uang nih," ujar Jokowi sembari memperagakan menyerahkan uang di gerbang tol.

Contoh lain di sektor perikanan dan kelautan. Sejumlah negara di dunia sudah menerapkan tekonologi budidaya, pemeliharaan dan produksi ikan serta hewan air lainnya di bawah kondisi yang dapat dikendalikan manusia itu. Seharusnya, kementerian terkait di Indonesia juga mulai mengarah ke sana.

(Baca: Koreksi Kebijakan Susi, Jokowi Bolehkan Cantrang hingga Akhir 2017)

"Ajari nelayan-nelayan kita untuk mengetahui apa, barang apa ini? Nilai tambahnya bisa puluhan kali dari apa yang kita kerjakan dari saat ini yang sudah berpuluh-puluh tahun tidak pernah kita meloncat berani melompat," ujar Jokowi.

Jokowi sudah mencari tahu informasi mengenai tekonologi tersebut. Menurut dia, teknologi budidaya tidak mahal, hanya Rp 47 miliar. Dengan biaya sebesar itu, Jokowi yakin Kementerian terkait bisa membelinya demi menyejahterakan nelayan Indonesia. 

"Kalau kita belum bisa mengerjakan sendiri, join-kan, kerjasamakan. Biar ada transfer pengetahuan, transfer teknologi. Tanpa itu kita tidak pernah meloncat," ujar Jokowi.

Kompas TV Teknologi Pengenal Wajah Cegah Pencurian Tisu

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

KPK Duga Korupsi Bansos Presiden Rugikan Negara Lebih dari Rp 50 Miliar

KPK Duga Korupsi Bansos Presiden Rugikan Negara Lebih dari Rp 50 Miliar

Nasional
Jadi Tersangka Korupsi, Eks Sestama Basarnas Mundur dari Kepala Baguna PDI-P

Jadi Tersangka Korupsi, Eks Sestama Basarnas Mundur dari Kepala Baguna PDI-P

Nasional
KY Prioritaskan Laporan KPK terhadap Majelis Hakim yang Bebaskan Gazalba Saleh

KY Prioritaskan Laporan KPK terhadap Majelis Hakim yang Bebaskan Gazalba Saleh

Nasional
PPATK Catat Perputaran Dana terkait Pemilu 2024 Senilai Rp 80,1 T

PPATK Catat Perputaran Dana terkait Pemilu 2024 Senilai Rp 80,1 T

Nasional
Anggota DPR Sebut PPATK Macan Ompong karena Laporan Tak Ditindaklanjuti Penegak Hukum

Anggota DPR Sebut PPATK Macan Ompong karena Laporan Tak Ditindaklanjuti Penegak Hukum

Nasional
KPK Sebut Kasus Bansos Presiden Terungkap Saat OTT Kemensos yang Seret Juliari

KPK Sebut Kasus Bansos Presiden Terungkap Saat OTT Kemensos yang Seret Juliari

Nasional
PDN Diretas, Ombudsman: Yang Produksi Ransomware Ini Harus Dicari dan Ditangkap

PDN Diretas, Ombudsman: Yang Produksi Ransomware Ini Harus Dicari dan Ditangkap

Nasional
KPK Duga Pengadaan Lahan di Rorotan oleh Perumda Sarana Jaya Rugikan Negara Rp 200 Miliar

KPK Duga Pengadaan Lahan di Rorotan oleh Perumda Sarana Jaya Rugikan Negara Rp 200 Miliar

Nasional
Kasus Rekayasa Jual Beli Emas Budi Said, Kejagung Periksa 3 Pegawai Pajak

Kasus Rekayasa Jual Beli Emas Budi Said, Kejagung Periksa 3 Pegawai Pajak

Nasional
Menko PMK Sebut Pinjamkan Nomor Rekening ke Pelaku Judi 'Online' Bisa Dipidana

Menko PMK Sebut Pinjamkan Nomor Rekening ke Pelaku Judi "Online" Bisa Dipidana

Nasional
Satgas Kantongi Identitas Pemain Judi Online, Bandar Belum Jadi Prioritas

Satgas Kantongi Identitas Pemain Judi Online, Bandar Belum Jadi Prioritas

Nasional
PKS Usung Anies-Sohibul Iman di Pilkada Jakarta, Tutup Peluang Cawagub dari Nasdem atau PDI-P?

PKS Usung Anies-Sohibul Iman di Pilkada Jakarta, Tutup Peluang Cawagub dari Nasdem atau PDI-P?

Nasional
Sudahi Manual, Waktunya Rekapitulasi Pemilu Elektronik

Sudahi Manual, Waktunya Rekapitulasi Pemilu Elektronik

Nasional
Menko PMK Minta Warga Waspadai Penyalahgunaan Rekening untuk Judi 'Online'

Menko PMK Minta Warga Waspadai Penyalahgunaan Rekening untuk Judi "Online"

Nasional
Saksi Ungkap Perubahan Konstruksi Tol MBZ dari Beton Jadi Baja untuk Bantu Industri Baja Nasional

Saksi Ungkap Perubahan Konstruksi Tol MBZ dari Beton Jadi Baja untuk Bantu Industri Baja Nasional

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com