JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Polri Jenderal Pol Tito Karnavian memerintahkan kepada jajarannya untuk mengeluarkan maklumat berupa pelarangan kegiatan pengerahan massa dalam jumlah besar jelang Pilkada DKI putaran kedua.
Hal tersebut dilakukan untuk mengantisipasi rencana "Tamasya Al Maidah" oleh sekelompok masyarakat dengan menjaga tempat pemungutan suara (TPS) saat pemungutan suara pada 19 April 2017.
Menurut Tito, kehadiran massa dalam jumlah besar di TPS akan memberikan kesan intimidasi secara psikilogis.
Selain itu, kelompok massa juga berpotensi merusak prinsip Pilkada yang bebas dan rahasia.
"Pemilih harus bebas dari rasa takut atas apapun juga. Inilah esensi demokrasi," ujar Tito saat ditemui usai rapat koordinasi khusus tingkat menteri di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Senin (17/4/2017).
"Kehadiran suatu massa yang besar, pasti akan memberikan kesan intimidasi, paling tidak secara psikologis. Itu tidak boleh karena akan memengaruhi prinsip kebebebasan dan kerahasiaan, terutama kebebasan pemilih," ucapnya.
Pada prinsipnya, lanjut Tito, Polri tidak ingin ada pengelompokkan massa di TPS saat pemungutan suara berlangsung.
Di sisi lain, setiap TPS sudah memiliki sistem pengawasan yang ketat, terdiri dari Panwaslu, Bawaslu, saksi, pengamat independen dan media massa.
Sementara, pihak Polri dan TNI akan melakukan penjagaan keamanan di tiap TPS yang ada.
Tito memastikan koordinasi dengan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo sudah berjalan terkait pengamanan saat pemungutan suara.
"Prinsipnya kami tidak ingin ada pengelompokan massa di TPS karena TPS sudah punya sistem pengamanannya sendiri. Ada Panwaslu, Bawaslu, ada saksi-saksi, pengamat independen dan media," kata Tito.