Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Korupsi dan Kemiskinan

Kompas.com - 14/03/2017, 20:34 WIB

Oleh: Suwidi Tono

Pakistan adalah negara modern, demikian juga negara kami. Meski mayoritas memeluk agama Islam, kami tidak menyebutnya dalam konstitusi. Bukan berarti mengeluarkan agama dari kehidupan, tetapi karena kami telah mengekspresikannya dalam Pancasila, yang menjadi ajaran spiritual, moral, dan landasan etik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Muhammad Natsir, Pemimpin Masyumi, saat berpidato di Pakistan Institute for International Relation, Karachi, 1953

Pidato itu dikutip Bung Karno dan disampaikan dalam kuliah umum untuk sivitas akademika Universitas Indonesia, 7 Mei 1953. Kuliah Bung Karno berjudul "Negara Nasional dan Cita-cita Islam" terutama ditujukan untuk menjawab surat Dahlan Ranuwihardjo, Ketua Himpunan Mahasiswa Islam, yang menanyakan relasi Pancasila dan Islam dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kesepahaman dan kebesaran jiwa para pendiri bangsa dalam merajut fondasi nasional dari kemajemukan bangsa itu sayangnya terus-menerus digerus oleh para politisi medioker yang mencari keuntungan dari suburnya sentimen suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Korupsi wawasan kebangsaan lewat pengembangbiakan isu-isu primordial di tengah kedangkalan rasa hayat sejarah merupakan problem laten berbahaya ketika penyelenggara negara gagap menjiwai dan meneguhkan filosofi bangsa.

Abai prioritas

Dalam konstelasi dan interdependensi global, sulit disangkal bahwa bangkitnya sektarianisme juga berhubungan erat dengan kepentingan ekonomi-politik transnasional. Kepentingan bersegi banyak yang menyusup dalam isu-isu lokal-nasional merupakan gejala umum proxy war dengan target memecah belah persatuan bangsa. Indonesia menjadi lahan subur karena masih terbengkalainya penyelesaian aneka tragedi kelam di masa lalu yang berkelindan dengan kemiskinan dan ketimpangan di masa sekarang.

Kegaduhan kontestasi politik dengan mengusung isu SARA yang terus-menerus terpelihara dan diternakkan oleh para politisi medioker menenggelamkan isu-isu prioritas bangsa. Struktur ekonomi yang rapuh dan menyebabkan kerusakan parah pada krisis 1997-1998 bukan hanya gagal dikoreksi, malahan memusat kembali pada segolongan elite ekonomi.

Seturut korupsi wawasan kebangsaan, banyak produk undang-undang dan peraturan baru yang lahir dari rumusan eksekutif dan legislatif, bukan saja membuka celah kerawanan, melainkan justru dimanfaatkan untuk memupuk privilese segelintir kelompok sehingga makin memperlebar kesenjangan. Fenomena mimikri para peminjam Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan menguatnya kembali monopoli-oligopoli merupakan kemunduran serius dan sukar diterima nalar. Keganjilan luar biasa pasca reformasi ini menunjukkan kegagalan fungsi partai-partai politik dalam mendorong proses demokratisasi politik-ekonomi.

Demikian pula pembentukan 20 komisi negara, 12 lembaga kuasi negara, dan 29 dewan/lembaga setingkat komisi negara belum signifikan mengawal serta merepresentasikan prinsip-prinsip demokrasi dan tata kelola pemerintahan, terutama transparansi, akuntabilitas, kesetaraan, dan keadilan. Nafsu besar membentuk bermacam infrastruktur demokrasi tanpa kemampuan mendarah-dagingkan substansi demokrasi menunjukkan persinggungan beragam kepentingan yang merusak.

Ketimpangan parah selalu bermula dari kebijakan tidak adil, tidak memenuhi kebutuhan esensial bagian terbesar rakyat. Alokasi anggaran dalam jumlah besar untuk mengatasi kemiskinan, misalnya, menghendaki peta jalan baru yang saksama serta mengubah secara "radikal" jalur dan distribusi konvensional.

Selama puluhan tahun, penyaluran dana Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL) BUMN dan bermacam jenis kredit usaha rakyat (KUR) selalu kurang tepat sasaran, tetapi tidak dievaluasi dan dikoreksi total. Tingginya kredit macet, alokasi lebih banyak ke usaha kecil non-produktif, ketiadaan inkubator bisnis, dan lemahnya skema penjaminan risiko merupakan sederet persoalan klasik yang tak kunjung diatasi. Terapi business as usual dan pendekatan malas dalam pengentasan orang dari kemiskinan selama ini terus "menyembunyikan" problem kunci di lembaga penyalur dan golongan sasaran.

Golongan marjinal yang tidak tersentuh skema bantuan dan semestinya menjadi sasaran utama umumnya terserak dan tidak terkonsolidasi. Pendampingan untuk input sains (teknologi dan keterampilan) serta manajemen (tata kelola usaha) seharusnya terhimpun dalam satu paket kebijakan penanggulangan kemiskinan.

Relasi korupsi-kemiskinan

Pemberantasan dan penindakan korupsi sejauh ini masih terbatas pada pelaku individual atau kelompok terbatas, belum menjangkau korporasi atau jaringan yang sistemik dan mengakar. Operasi tangkap tangan (OTT) terhadap salah seorang Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus suap berkaitan dengan judicial review Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan dan juga kasus OTT yang melibatkan seorang ketua umum partai pada 2013 belum menyentuh tali-temali rente bisnis impor daging sapi yang ditengarai sarat perselingkuhan. Akibatnya, selama puluhan tahun konsumen menjadi korban dan peternakan sapi rakyat sulit berkembang.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kompolnas Dorong Motif Bunuh Diri Brigadir RAT Tetap Diusut, Meski Penyelidikan Kasus Dihentikan

Kompolnas Dorong Motif Bunuh Diri Brigadir RAT Tetap Diusut, Meski Penyelidikan Kasus Dihentikan

Nasional
Airin Hadir di Taaruf Muhaimin Bersama Calon Kepala Daerah

Airin Hadir di Taaruf Muhaimin Bersama Calon Kepala Daerah

Nasional
Sentil KPU, Hakim MK Arief Hidayat: Sudah Hadir Ya Setelah Viral saya Marahi

Sentil KPU, Hakim MK Arief Hidayat: Sudah Hadir Ya Setelah Viral saya Marahi

Nasional
MPR Akan Temui Prabowo-Gibran Bicara Masalah Kebangsaan

MPR Akan Temui Prabowo-Gibran Bicara Masalah Kebangsaan

Nasional
Hakim Fahzal Hendri Pimpin Sidang Dugaan Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh

Hakim Fahzal Hendri Pimpin Sidang Dugaan Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh

Nasional
Hakim MK Saldi Isra Sindir Pemohon Gugatan Pileg Tidak Hadir: Kita Nyanyi Gugur Bunga

Hakim MK Saldi Isra Sindir Pemohon Gugatan Pileg Tidak Hadir: Kita Nyanyi Gugur Bunga

Nasional
Kaesang Sebut Ayahnya Akan Bantu Kampanye Pilkada, Jokowi: Itu Urusan PSI

Kaesang Sebut Ayahnya Akan Bantu Kampanye Pilkada, Jokowi: Itu Urusan PSI

Nasional
Oknum TNI AL Pukul Sopir Pikap di Bogor, Danpuspom: Ada Miskomunikasi di Jalan

Oknum TNI AL Pukul Sopir Pikap di Bogor, Danpuspom: Ada Miskomunikasi di Jalan

Nasional
Ruang Kerja Sekjen DPR Indra Iskandar Digeledah KPK, BURT: Proses Hukum Harus Kita Hormati

Ruang Kerja Sekjen DPR Indra Iskandar Digeledah KPK, BURT: Proses Hukum Harus Kita Hormati

Nasional
Kompolnas Duga Ada Pelanggaran Penugasan Brigadir RAT untuk Kawal Pengusaha

Kompolnas Duga Ada Pelanggaran Penugasan Brigadir RAT untuk Kawal Pengusaha

Nasional
Surya Paloh Pamer Nasdem Bisa Dukung Anies, tapi Tetap Berada di Pemerintahan Jokowi

Surya Paloh Pamer Nasdem Bisa Dukung Anies, tapi Tetap Berada di Pemerintahan Jokowi

Nasional
Sempat Ditunda, Sidang Praperadilan Pimpinan Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang Digelar Lagi Hari Ini

Sempat Ditunda, Sidang Praperadilan Pimpinan Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang Digelar Lagi Hari Ini

Nasional
Hardiknas 2024, Puan Maharani Soroti Ketimpangan Pendidikan hingga Kesejahteraan Guru

Hardiknas 2024, Puan Maharani Soroti Ketimpangan Pendidikan hingga Kesejahteraan Guru

Nasional
Rakornis, Puspom dan Propam Duduk Bersama Cegah Konflik TNI-Polri Terulang

Rakornis, Puspom dan Propam Duduk Bersama Cegah Konflik TNI-Polri Terulang

Nasional
Hardiknas 2024, Pertamina Goes To Campus 2024 Hadir di 15 Kampus Terkemuka

Hardiknas 2024, Pertamina Goes To Campus 2024 Hadir di 15 Kampus Terkemuka

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com