Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hoaks Sering Bermula dari Niat "Lucu-lucuan"

Kompas.com - 04/03/2017, 19:11 WIB
Tim Cek Fakta

Penulis

hoaks

hoaks!

Berdasarkan verifikasi Kompas.com sejauh ini, informasi ini tidak benar.

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Pol Rikwanto mengatakan, mayoritas masyarakat sebenarnya sudah memahami bahwa informasi bohong atau hoaks harus dihindari.

Namun, masih banyak masyarakat yang seolah kecanduan hoaks sebagai bahan lelucon di media sosial.

"Penyebaran hoaks memang salah, tapi ada adrenalin karena lucu-lucuannya, rasa ingin tahu, 'biar rasain lu', dan lain-lain. Akhirnya hoaks tersebar tanpa rasa tanggung jawab," ujar Rikwanto dalam diskusi bertajuk "Mengupas Jurnalisme Hoax" di Galeri Foto Jurnalistik Antara, Jakarta, Penyebaran informasi di media sosial nyaris tidak bisa dibendung.

(Baca: Putaran Kedua, Warga DKI Diharapkan Tidak Lagi Termakan Hoaks)

Sebuah informasi bisa tersebar di puluhan ribu akun media sosial dalam hitungan menit. Berdasarkan pengalaman Polri yang kerap menangani kasus hukum terkait hoaks, biasanya informasi sumir muncul saat ada momen.

Misalnya, banyak buzzer yang memanfaatkan momentum pemilihan presiden atau pemilihan kepala daerah.

Banyak berita hoaks yang dijadikan kampanye hitam untuk menyerang calon tertentu.

"Ada teman-teman buzzer yang digaji. Tujuannya terserah user, buat berita apa saja, bikin foto siapa, mau asal ada uang," kata Rikwanto.

Rikwanto mengaku miris saat mengetahui masyarakat lebih menggemari menyerap berita dari media sosial ketimbang koran atau media online arus utama.

Padahal, informasi yang beredar di Facebook ataupun grop Whats App tak seluruhnya merupakan kebenaran.

Tanpa kroscek terlebih dahulu, informasi itu disebarkan ke tempat lain. "Berita yang gamang dan setengah-setengah lebih asyik daripada yang beneran," kata Rikwanto.

(Baca: Gus Mus: Kadang Kita Ikut Menyebarkan "Hoax" Tanpa Sengaja

Sementara itu, Manager Web Antara Foto Anton Santoso sepakat bahwa hoaks digandrungi sebagai bahan bercandaan yang dibagi di media sosial.

Informasi hoaks tersebut tersebar dari komunitas ke komunitas lain, dan hal tersebut berulang terjadi hingga info yang tidak benar itu diyakini sebagai sesuatu yang nyata.

Selain sebagai bahan lelucon, hoax juga dimanfaatkan untuk menipu pihak tertentu demi mendapatkan sesuatu.

"Misalnya kayak mama minta pulsa," kata Anton.

Selain itu, hoax dimanfaatkan juga untuk menghasut. Dampak hoaks dirasakan cukup besar saat dikaitkan dengan politik. Hoaks kerap digunakan untuk membentuk opini publik demi kepentingan politik.

"Di Pilkada banyak missleading sehingga terbentuk opini masyarakat pada satu pasangan calon," kata Anton.

Kompas TV Guna melawan masifnya berita hoax yang beredar di media sosial saat ini,Polri bentuk biro baru yakni biro multimedia. Diharapkan biro ini dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat untuk tidak terprovokasi berita tidak benar yang kerap kali memberikan efek negatif

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Laksma TNI Effendy Maruapey Dilantik Jadi Direktur Penindakan Jampidmil Kejagung

Laksma TNI Effendy Maruapey Dilantik Jadi Direktur Penindakan Jampidmil Kejagung

Nasional
Prabowo Klaim Bakal Tepati Janji Kampanye dan Tak Risau Dikritik

Prabowo Klaim Bakal Tepati Janji Kampanye dan Tak Risau Dikritik

Nasional
Pengacara Gus Muhdlor Sebut Akan Kembali Ajukan Gugatan Praperadilan Usai Mencabut

Pengacara Gus Muhdlor Sebut Akan Kembali Ajukan Gugatan Praperadilan Usai Mencabut

Nasional
Prabowo Akui Demokrasi Indonesia Melelahkan tetapi Diinginkan Rakyat

Prabowo Akui Demokrasi Indonesia Melelahkan tetapi Diinginkan Rakyat

Nasional
Tanggapi Wacana Penambahan Kementerian, PDI-P: Setiap Presiden Punya Kebijakan Sendiri

Tanggapi Wacana Penambahan Kementerian, PDI-P: Setiap Presiden Punya Kebijakan Sendiri

Nasional
BNPB: Total 43 Orang Meninggal akibat Banjir di Sumatera Barat

BNPB: Total 43 Orang Meninggal akibat Banjir di Sumatera Barat

Nasional
Megawati Kunjungi Pameran Butet, Patung Pria Kurus Hidung Panjang Jadi Perhatian

Megawati Kunjungi Pameran Butet, Patung Pria Kurus Hidung Panjang Jadi Perhatian

Nasional
PDI-P Bentuk Komisi Bahas Posisi Partai terhadap Pemerintahan Prabowo

PDI-P Bentuk Komisi Bahas Posisi Partai terhadap Pemerintahan Prabowo

Nasional
Pengacara Tuding Jaksa KPK Tak Berwenang Tuntut Hakim Agung Gazalba Saleh

Pengacara Tuding Jaksa KPK Tak Berwenang Tuntut Hakim Agung Gazalba Saleh

Nasional
Sekjen PDI-P: Bung Karno Tidak Hanya Milik Rakyat Indonesia, tapi Bangsa Dunia

Sekjen PDI-P: Bung Karno Tidak Hanya Milik Rakyat Indonesia, tapi Bangsa Dunia

Nasional
Pejabat Kementan Mengaku Terpaksa “Rogoh Kocek” Pribadi untuk Renovasi Kamar Anak SYL

Pejabat Kementan Mengaku Terpaksa “Rogoh Kocek” Pribadi untuk Renovasi Kamar Anak SYL

Nasional
Sebut Ada 8 Nama untuk Pilkada Jakarta, Sekjen PDI-P: Sudah di Kantongnya Megawati

Sebut Ada 8 Nama untuk Pilkada Jakarta, Sekjen PDI-P: Sudah di Kantongnya Megawati

Nasional
Gus Muhdlor Cabut Gugatan Praperadilan untuk Revisi

Gus Muhdlor Cabut Gugatan Praperadilan untuk Revisi

Nasional
KPU Sebut Faktor Kesiapan Bikin Calon Independen Batal Daftar Pilkada 2024

KPU Sebut Faktor Kesiapan Bikin Calon Independen Batal Daftar Pilkada 2024

Nasional
Hal yang Perlu Diperhatikan Saat Jemaah Haji Tinggalkan Hotel untuk Ibadah di Masjid Nabawi

Hal yang Perlu Diperhatikan Saat Jemaah Haji Tinggalkan Hotel untuk Ibadah di Masjid Nabawi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com