Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MK Tetapkan Hakim "Ad Hoc" Bisa Kembali Dipilih Tiap 5 Tahun, tetapi..

Kompas.com - 21/02/2017, 22:45 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menetapkan bahwa seorang hakim ad hoc pengadilan hubungan industrial (PHI) bisa kembali diangkat setiap lima tahun.

Mereka bisa menjabat lagi sebelum berusia 62 tahun untuk hakim ad hoc pada pengadilan negeri dan 67 tahun untuk hakim ad hoc pada Mahkamah Agung.

Keputusan ini disampaikan majelis MK dalam sidang putusan uji materi nomor 49/PUU-XIV/2016 yang digelar Selasa (21/2/2017).

“Masa tugas Hakim ad hoc adalah untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali setiap lima tahun," kata Ketua MK Arief Hidayat dalam persidangan.

Ketentuan ini mengubah peraturan sebelumnya pada Pasal 67 ayat 2 UU 2/2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang berbunyi, "Masa tugas Hakim Ad-Hoc untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan".

Pasal itu mengatur bahwa hakim ad hoc hanya boleh menjabat dua periode. 

Namun demikian, MK memutuskan, syarat seseorang dapat kembali menjabat sebagai hakim ad hoc PHI diperlukan rekomendasi dari pihak-pihak terkait, seperti Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB) dan atau Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).

"Dengan terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari lembaga pengusul yang prosesnya sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku” kata Arief.

Meskipun seorang hakim ad hoc PHI telah mendapat rekomendasi untuk kembali diangkat, namun itu bukan berarti meningkatkan kans untuk terpilih pada saat mengikuti proses seleksi. 

Dalam permohonan uji materi yang disampaikan ke MK, pemohon menilai ketentuan dapat diangkat hanya dua periode itu menimbulkan masalah, khususnya berkaitan dengan keberlanjutan penyelesaian perkara.

Selain itu, ketentuan tersebut menimbulkan ketidakpastian karir sebagai hakim pengadilan hubungan industrial.

Padahal, pola rekrutmen yang harus dilewati sangat ketat dan selektif, bahkan melibatkan presiden dengan keputusan presiden untuk penetapannya dan juga peran Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial sebagai badan pengawas.

Pertimbangan MK

Dalam petimbangannya, MK menilai, keberadaan hakim ad hoc tidak dapat dipisahkan dengan sistem peradilan di Indonesia.

Hakim ad hoc diadakan untuk memperkuat peran dan fungsi kekuasaan kehakiman di dalam menegakkan hukum dan keadilan, yang keberadaannya berada dalam peradilan yang bersifat khusus, misalnya pengadilan tindak pidana korupsi, pengadilan niaga, pengadilan hubungan industrial dan pengadilan perikanan.

Oleh karena itu demi memberikan jaminan kepastian hukum bagi masyarakat, MK berpendapat sedianya jabatan tersebut diemban oleh orang-orang yang memiliki kompetensi, kapasitas, dan profesionalisme yang telah teruji dan memenuhi syarat untuk dicalonkan kembali sebagai hakim ad hoc pada Pengadilan Hubungan Industrial.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Klaim Program Bantuan Pompa Sudah Mampu Menambah Hasil Panen Padi

Jokowi Klaim Program Bantuan Pompa Sudah Mampu Menambah Hasil Panen Padi

Nasional
Soal Izin Usaha Tambang Ormas Keagamaan, Pimpinan Komisi VII Ingatkan Prinsip Kehati-hatian dan Kepatutan

Soal Izin Usaha Tambang Ormas Keagamaan, Pimpinan Komisi VII Ingatkan Prinsip Kehati-hatian dan Kepatutan

Nasional
Jokowi Pastikan Beras Bansos Berkualitas Premium, Tak Berwarna Kuning dan Hitam

Jokowi Pastikan Beras Bansos Berkualitas Premium, Tak Berwarna Kuning dan Hitam

Nasional
Minta Pemerintah Tetapkan Jadwal Pelantikan Kepala Daerah, Ketua KPU: Kalau Tak Ada, Bakal Repot

Minta Pemerintah Tetapkan Jadwal Pelantikan Kepala Daerah, Ketua KPU: Kalau Tak Ada, Bakal Repot

Nasional
Terima Kunjungan Delegasi Jepang, Kepala BNPT Perkenalkan Program Deradikalisasi

Terima Kunjungan Delegasi Jepang, Kepala BNPT Perkenalkan Program Deradikalisasi

Nasional
Mutasi Polri, Brigjen Suyudi Ario Seto Jadi Kapolda Banten, Brigjen Whisnu Hermawan Jadi Kapolda Sumut

Mutasi Polri, Brigjen Suyudi Ario Seto Jadi Kapolda Banten, Brigjen Whisnu Hermawan Jadi Kapolda Sumut

Nasional
Pakar Hukum Minta Bandar Judi Online Dijerat TPPU

Pakar Hukum Minta Bandar Judi Online Dijerat TPPU

Nasional
Pemerintah Tak Bayar Tebusan ke Peretas PDN, Data Kementerian/Lembaga Dibiarkan Hilang

Pemerintah Tak Bayar Tebusan ke Peretas PDN, Data Kementerian/Lembaga Dibiarkan Hilang

Nasional
Pimpinan Komisi VII Wanti-wanti Pengelolaan Tambang Ormas Rentan Ditunggangi Konglomerat

Pimpinan Komisi VII Wanti-wanti Pengelolaan Tambang Ormas Rentan Ditunggangi Konglomerat

Nasional
745 Personel Polri Dimutasi, Kadiv Propam Irjen Syahardiantono Naik Jadi Kabaintelkam

745 Personel Polri Dimutasi, Kadiv Propam Irjen Syahardiantono Naik Jadi Kabaintelkam

Nasional
Pesan Panglima TNI untuk Pilkada 2024: Jika Situasi Mendesak, Tugas Prajurit Melumpuhkan, Bukan Mematikan

Pesan Panglima TNI untuk Pilkada 2024: Jika Situasi Mendesak, Tugas Prajurit Melumpuhkan, Bukan Mematikan

Nasional
Pemerintah Akui Tak Bisa Pulihkan Data Kementerian/Lembaga Terdampak Peretasan PDN

Pemerintah Akui Tak Bisa Pulihkan Data Kementerian/Lembaga Terdampak Peretasan PDN

Nasional
Pilkada 2024, TNI Siapkan Personel Cadangan dan Alutsista jika Situasi Mendesak

Pilkada 2024, TNI Siapkan Personel Cadangan dan Alutsista jika Situasi Mendesak

Nasional
Soal Anggota Dewan Main Judi Online, Johan Budi: Bukan Lagi Sekadar Kode Etik, tapi Sudah Pidana

Soal Anggota Dewan Main Judi Online, Johan Budi: Bukan Lagi Sekadar Kode Etik, tapi Sudah Pidana

Nasional
Belum Ada Pendaftar di Hari Pertama Pendaftaran Capim dan Dewas KPK

Belum Ada Pendaftar di Hari Pertama Pendaftaran Capim dan Dewas KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com