JAKARTA, KOMPAS.com - Politisi Partai Demokrat I Putu Sudiartana menyampaikan nota pembelaan (pleidoi) pribadi sebagai terdakwa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (20/2/2017).
Di bagian awal pembelaannya, Putu menceritakan kepada majelis mengenai pengalamannya saat bekerja di Bali.
Salah satunya, Putu bercerita tentang pekerjaannya sebagai pemandu wisata di tempat kelahirannya tersebut. Putu mengatakan, setelah tamat sekolah ia bekerja di Hotel Amandari sebagai tour guide tracking.
(Baca: Orang Kepercayaan I Putu Sudiartana Dieksekusi ke Sukamiskin)
Beberapa wisatawan asing yang dilayaninya adalah musisi dan artis ternama Hollywood. Salah satunya adalah vokalis band rock and roll asal Inggris, Rolling Stone, Mick Jagger.
"Di tempat kerja tersebut saya kenal orang-orang terkenal seperti Mick Jagger, Demi Moore, Catherine Deneuve, John F Kennedy Junior, dan banyak bintang film dunia," ujar Putu saat membacakan pleidoi di hadapan majelis hakim.
Menurut Putu, pengalamannya tersebut membuat dirinya memiliki keahlian dalam ilmu pariwisata. Pengalaman dalam melayani orang lain itu juga membuat Putu tidak segan membantu siapa pun yang membutuhkan pertolongan.
Dalam nota pembelaannya, Putu juga menceritakan bahwa kesibukannya berlanjut hingga menjadi aktivis di lembaga swadaya masyarakat dan terlibat aktif dalam kegiatan sosial.
Karir Putu dalam berorganisasi berlanjut hingga pada tahun 2004 menjadi kader Partai Demokrat. Puncak karir Putu di dunia politik dimulai saat terpilih menjadi anggota Komisi III DPR RI yang mewakili daerah pemilihan Bali.
(Baca: Jaksa KPK Tuntut Pencabutan Hak Politik Putu Sudiartana)
Putu Sudiartana dituntut 7 tahun penjara oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Putu juga dituntut membayar denda sebesar Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan.
Jaksa juga menuntut agar Putu membayar uang pengganti sebesar Rp 300 juta, dan hak politiknya dicabut.
Putu dinilai oleh jaksa terbukti menerima uang Rp 500 juta dari pengusaha Yogan Askan. Uang itu terkait pengusahaan dana alokasi khusus (DAK) kegiatan sarana dan prasarana penunjang Provinsi Sumatera Barat, pada APBN-P 2016.
Selain suap, Putu juga dinilai terbukti menerima gratifikasi yang jumlahnya sebesar Rp 2,1 miliar dan 40.000 dollar Singapura. Karena dalam persidangan Putu tidak bisa membuktikan secara hukum, maka penerimaan tersebut dianggap sebagai suap.