Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Jika Semua Parpol Bisa Ajukan Capres, Pemilu Akan Kacau"

Kompas.com - 24/01/2017, 12:41 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Syarat ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) menjadi salah satu poin kursial dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Pemilu (RUU Pemilu) yang tengah bergulir di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Sejumlah fraksi mengusulkan agar angka presidential threshold diubah menjadi 0 persen. Dengan begitu, semua partai peserta pemilu 2019 berhak mengajukan calon presiden dan calon wakil presiden.

Adapun usulan pemerintah dalam draf RUU Pemilu, presiden dan wakil presiden dicalonkan parpol atau gabungan parpol yang minimal memiliki 20 persen kursi di DPR atau 25 persen suara sah nasional pada pemilu legislatif sebelumnya.

Namun, Reni Suwarso dari Pusat Kajian Pemilu dan Parpol Universitas Indonesia (UI), menilai jika situasi justru akan menjadi kacau jika nantinya semua parpol mengajukan capres.

"Lebih banyak pilihan, betul. Tapi pada saat yang sama lebih kacau. Karena lebih fragmented (terfragmentasi)," ujar Reni dalam Program Satu Meja di Kompas TV, Senin (23/1/2017) malam.

Menurut dia, dalam pengalaman pemilihan presiden di negara-negara lain, belum pernah ada jumlah capres yang maju sama dengan jumlah parpol peserta pemilu. Bahkan, di atas tiga pasangan calon pun tak ada.

Dua hal, menurut Reni, yang perlu diperhatikan.

Pertama, terkait efektivitas kinerja negara. Reni menilai, kondisi pemerintahan nantinya akan menjadi tidak efektif dan program pembangunan tidak berjalan sesuai ekspektasi. Sebab, nantinya akan banyak parpol yang berseberangan atau berada di posisi oposisi dengan pemerintahan terpilih.

Pada akhirnya, alih-alih bergerak menuju cita-cita bangsa, negara justru malah berjalan mundur.

"Misalnya program-program pemerintah kurang jalan karena tidak didukung oleh parlemen. Seorang kepala negara kalau tidak didukung parpol yang cukup banyak atau yang bertentangan banyak, itu menyebabkan inisiatif eksekutif tidak cepat bergerak karena butuh proses," tuturnya.

Selain itu, jika banyak calon muncul maka konflik akan rawan terjadi. Padahal dalam pencalonan presiden, Reni menilai, idealnya pembicaraan ada pada tingkat internal partai.

"Sekarang konflik ada di luar, kita dorong ada di dalam partai. Jadi kita membiasakan diri ketika punya perbedaan pendapat itu (perdebatannya) ada di internal," ucap dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Status Taruna STIP yang Aniaya Junior Bakal Dicopot

Status Taruna STIP yang Aniaya Junior Bakal Dicopot

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com