JAKARTA, KOMPAS.com — Pukul 14.00 WIB, cuaca di seberang Istana Merdeka, Jakarta, sedang panas-panasnya. Terik matahari menyengat. Bunyi klakson kendaraan yang bising dan riuh rendah suara pejalan kaki turut hadir.
Meski kondisi di seberang Istana Merdeka itu sama sekali tak layak untuk menggelar kebaktian Natal, hal tersebut tak menyurutkan niat jemaat Gereja Kristen Indonesia Yasmin Bogor dan Huria Kristen Batak Protestan Filadelfia Bekasi untuk beribadah di sana.
Berbondong-bondong, satu per satu dari mereka menyusun kursi plastik dan mengambil tempat untuk duduk. Tak lupa mereka membuka payung untuk menghalau sengatan terik matahari.
Baru 15 menit kebaktian berlangsung, langit mendadak mendung. Rintik hujan mulai turun dan lama-kelamaan berubah menjadi hujan yang cukup deras.
Namun, tak satu pun jemaat pergi meninggalkan lokasi ibadah. Doa mereka yang bersahutan dengan suara hujan justru terdengar kian keras, seolah hendak menyampaikan pesan kepada Istana Kepresidenan yang tepat berada di depan mereka.
Ini kali keenam jemaat kedua gereja melakukan kebaktian Natal di seberang Istana Merdeka. Terhitung sudah 134 kali mereka menggelar ibadah reguler di sana.
Putusan pengadilan telah memenangkan jemaat untuk bisa kembali beribadah di gereja mereka. IMB gereja mereka dinyatakan sah secara hukum.
Namun, hingga kini desakan warga yang tak menyetujui peribadatan mereka membuat Pemerintah Kota Bogor dan Kabupaten Bekasi tak mengindahkan putusan pengadilan.
Juru bicara GKI Yasmin, Bona Singgalingging, mengatakan, Presiden Joko Widodo kerap mengatakan ingin menjalankan pemerintahan sesuai konstitusi.
Konstitusi, kata Bona, menjamin hak seluruh warga negara untuk beribadah sesuai dengan agama yang dianutnya. Karena itu, ia berharap Presiden Jokowi turut andil menyelesaikan masalah ini.
"Kami harap ini perayaan Natal terakhir di seberang Istana Merdeka. Kami harap pemerintah mampu menjaga kebinekaan yang ada, apalagi kami punya dasar hukum yang sah," ujar Bona.