Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hakim Anggap Uang Rp 1,5 Miliar dari Lippo Group untuk Turnamen Tenis MA Tak Terbukti

Kompas.com - 08/12/2016, 19:27 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis Hakim yang menangani perkara suap terhadap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution, menolak salah satu dakwaan Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Hakim menganggap uang Rp 1,5 miliar dari Lippo Group untuk menggelar turnamen tenis Mahkamah Agung tidak terbukti.

Hal itu diutarakan hakim saat membacakan pertimbangan putusan, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (8/12/2016).

"Menurut Majelis, masih sebatas anggapan, apakah benar Doddy Aryanto Supeno (pegawai Lippo) mengantarkan uang Rp 1,5 miliar kepada terdakwa," ujar Hakim anggota Yohanes Priana, saat membaca pertimbangan hakim.

Dalam surat dakwaan, Edy diduga meminta uang Rp 1,5 miliar dari pegawai bagian legal Lippo Group, Wresti Kristian Hesti.

Pemberian tersebut untuk menggerakkan Edy agar mengurus perubahan redaksional atau revisi surat jawaban dari PN Jakarta Pusat.

Perubahan tersebut untuk menolak permohonan eksekusi lanjutan dari ahli waris berdasarkan putusan Raad Van Justitie Nomor 232/1937 tanggal 12 Juli 1940 atas tanah yang berlokasi di Tangerang.

Tanah tersebut saat ini dikuasai salah satu anak usaha Lippo, yakni PT Jakarta Baru Cosmopolitan.

Uang tersebut juga diberikan agar Edy tidak mengirimkan surat tersebut kepada pihak pemohon eksekusi lanjutan.

Dalam persidangan, Hesti mengakui adanya permintaan Edy agar Lippo memberikan uang Rp 3 miliar.

Uang yang menurut Hesti diminta oleh Sekretaris MA itu, akan digunakan untuk keperluan menggelar turnamen tenis.

Setelah tawar-menawar, akhirnya disepakati pemberian sebesar Rp 1,5 miliar.

Namun, Hesti tidak bisa memastikan apakah uang tersebut telah diberikan kepada Edy.

Menurut Hakim, tidak ada bukti yang menunjukkan adanya pemberian uang Rp 1,5 miliar.

Edy mengakui adanya pertemuan antara dia dan Doddy di Basement Hotel Acacia, Jakarta Pusat.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com