Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW: Korupsi Alutsista Bisa Berdampak pada Buruknya Sistem Pertahanan

Kompas.com - 05/12/2016, 16:06 WIB
Dimas Jarot Bayu

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Adnan Topan Husodo mengatakan, praktik korupsi di sektor pertahanan membuat Indonesia tak memiliki skenario jangka panjang dalam pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista).

Sebab, pengadaan alutsista tersebut hanya untuk kepentingan pribadi oknum tertentu.

"Praktik korupsi mengacaukan strategi untuk pengadaan alutsista," ujar Adnan dalam konferensi pers di Kantor Imparsial, Jakarta, Senin (5/12/2016).

Adnan menuturkan, kondisi tersebut dapat berdampak kepada buruknya sistem pertahanan Indonesia.

(Baca: Vonis Brigjen Teddy Diharapkan Jadi Langkah Awal Dorong Transparansi Pengadaan Alutsista)

Korupsi, lanjut Adnan, dapat mengakibatkan alutsista yang dibeli Indonesia tak sesuai dengan kebutuhan pertahanan negara.

"Implikasinya adalah buruknya sistem pertahanan kita. Kita tidak tahu apakah negara kita sanggup menghadapi gempuran negara lain kalau terjadi perang. Ini berbahaya," kata Adnan.

Selain itu, korupsi dalam pengadaan alutsista juga dapat mengakibatkan nilai kerugian negara yang jumlahnya relaif besar. Sebab, lanjut Adnan, nilai unit alutsista tergolong mahal.

"Implikasi serius dari sisi kerugian negara karena alutsista ini harganya fantastis. Satu unit saja nilainya sangat besar. Kalau korupsinya massif, nilai kerugian negaranya sangat besar," tutur Adnan.

Saat ini, kata Adnan, tingkat korupsi di sektor pertahanan Indonesia cukup tinggi. Mengacu pada Government Defence Anti Corruption Index oleh G20 dan Tranparency International tahun 2015, tingkat korupsi Indonesia berada pada huruf D dari rentang A hingga E.

"Ini mencerminkan secara keseluruhan problem pembelian alutsista di institusi pertahanan cukup buruk," kata Adnan.

(Baca: Pemerintah Diminta Telusuri Keterlibatan Pihak Lain dalam Kasus Korupsi Brigjen Teddy)

Untuk itu, kata dia, korupsi di bidang pertahanan, khususnya pengadaan alutsista harus segera ditangani.

Ini dilakukan dengan mendorong transparansi dan akuntabilitas pengadaan alutsista. Dengan begitu, rencana pemerintah melakukan modernisasi dan penguatan pertahanan Indonesia dapat dilakukan.

"Kami mendesak upaya mendorong transparansi dan akuntabilitas dalam pengadaan alutsista," tutur Adnan.

Diberitakan sebelumnya, Pengadilan Tinggi Militer II Jakarta yang menjatuhkan vonis penjara seumur hidup kepada Brigadir Jenderal TNI Teddy Hernayadi.

Mantan Kepala Bidang Pelaksana Pembiayaan Kementerian Pertahanan itu dinyatakan terbukti bersalah melakukan korupsi pembayaran sejumlah alat utama sistem pertahanan (alutsista) seperti pesawat F-16 dan helicopter Apache di Kementerian Pertahanan sejak 2010 hingga 2014.

Teddy diketahui telah merugikan negara sebesar 12 juta dollar Amerika Serikat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com