JAKARTA, KOMPAS.com - Operasi militer Pemerintah Irak untuk merebut Kota Mosul dari kelompok teroris Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS) memberi dampak terhadap Indonesia dan Australia.
Mosul merupakan wilayah negara Irak yang telah berada di bawah kekuasaan ISIS sejak bulan Juni 2014.
Akibat serangan tersebut, posisi ISIS semakin terdesak, sebagian militan ISIS asal Indonesia dan Australia memilih kembali ke Tanah Airnya.
(baca: Pasukan Irak Kian Dekat ke Mosul, Teroris ISIS "Cukur Jenggot")
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto mengatakan, Pemerintah Indonesia saat ini mencatat ada 53 militan ISIS yang kembali ke Indonesia.
Pemerintah, kata Wiranto, tengah melakukan serangkaian upaya pendekatan terhadap mereka agar mau meninggalkan paham radikal yang ditanamkan oleh ISIS.
"Pemerintah Indonesia melakukan pendekatan manusiawi, mengajak mereka untuk kembali ke kehidupan normal. Kami hapus brainwash oleh terorisme dari ISIS. Untuk tokoh-tokoh yang keras tentu diberi perlakuan yang khusus," ujar Wiranto usai bertemu dengan Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Rabu (26/10/2016).
(baca: ISIS Bakar Hidup-hidup 9 Militannya karena Hendak Kabur dari Mosul)
Pada kesempatan yang sama, Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop mengatakan, upaya Pemerintah Irak merebut beberapa wilayahnya dari tangan ISIS membuat sebagian anggotanya kembali ke Indonesia dan Australia.
Menurut catatan Pemerintah Australia, ada sekitar 110 warga negara Australia di Irak dan Suriah yang mendukung ISIS.
Dia meyakini, ada 500 warga negara Indonesia yang ikut berperang bersama ISIS.
"Saat ini kami ketahui ada sekitar 110 orang di Irak dan Suriah dan mereka mendukung perjuangan organisasi teroris. Saya yakin ada sekitar 500 orang Indonesia. Jika mereka selamat dari konflik di sana, maka kami duga mereka akan kembali ke Tanah Air. Oleh sebab itu, butuh upaya untuk memonitor pergerakan mereka," ujar Julie.
(baca: ISIS Eksekusi 284 Pria dan Anak di Mosul)
Julie menuturkan, Australia memiliki pengalaman buruk dengan para teroris garis keras yang kembali dari Afghanistan.
Mereka yang pulang ke Australia, justru membuat jaringan yang lebih kuat.