Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Margarito: Pungli Disikat, Kontribusi Tambahan dalam Proyek Reklamasi Dibiarkan

Kompas.com - 22/10/2016, 14:19 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Pakar hukum tata negara Margarito Kamis mengkritik upaya pemerintah dalam mereformasi sistem penegakan hukum di Tanah Air. Ia menilai, pemerintah masih tebang pilih dalam penegakan hukum.

Ia pun membandingkan ketegasan sikap pemerintah dalam memberantas praktik pungutan liar dengan kontribusi tambahan yang tengah diupayakan ditarik Pemprov DKI Jakarta kepada para pengembang yang menggarap proyek reklamasi di Teluk Jakarta.

"Begitu hebatnya pemerintah mengganyang pungli," kata Margarito saat diskusi bertajuk “Kerja-Citra-Drama” di Jakarta, Sabtu (22/10/2016).

Di dalam hukum, ia menjelaskan, tidak dibenarkan keberadaan praktik pungutan liar. Praktek itu tidak memiliki legalitas yang menjadi payung hukumnya. Demikian halnya dengan kontribusi tambahan.

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Rahardjo, sebut Margarito, beberapa waktu lalu juga mempertanyakan dasar hukum yang digunakan Pemerintah DKI dalam menarik kontribusi tambahan itu.

"Kontribusi tambahan tidak ada dasar hukumnya. Tapi mungkin karena itu disebut kontribusi maka bukan pungli. Padahal, pungli itu ada karena ada pengenaan biaya yang tidak ada dasar hukumnya," ujarnya.

Margarito meragukan pemerintah akan bersikap tegas atas kasus proyek reklamasi tersebut. Ia menduga, ketidaktegasan pemerintah disebabkan karena nilai kontribusi tambahan itu yang besar mencapai 15 persen, daripada pungli yang hanya recehan.

"Selain nilainya luar biasa besar, itu dasar hukumnya bukan pungli. Jadi sah," kata dia.

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebelumnya menegaskan bahwa dia menggunakan hak diskresinya dalam memberikan izin reklamasi kepada pengembang. Hak diskresi tersebut berupa perjanjian kerjasama yang menentukan kontribusi tambahan sebesar 15 persen dikali nilai jual objek dan lahan yang dijual. (Baca: Ahok Sebut Kontribusi 15 persen yang Ditawarkan ke Pengembang Merupakan Hak Diskresi)

Hak diskresi itu juga yang membuat Ahok bisa memberikan izin meskipun perda tentang reklamasi dibatalkan. Ahok mengatakan hal ini untuk melindungi Pemprov DKI Jakarta.

"Kami tidak ingin membuat pulau tapi harus membebani APBD DKI. Ngurus banjir di sini saja belum beres, butuh duit banyak juga untuk bangun LRT. Mau bikin pulau masa saya harus ngeluarin duit?" ujar Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Kamis (19/5/2016).

Solusi paling baik, menurut dia, adalah dengan memberi izin kepada pengembang untuk membuat pulau. Sehingga tidak membebani APBD DKI. Namun, tetap harus ada perjanjian-perjanjian yang mengatur keuntungan Pemprov DKI. (Baca: Ahok: Jokowi Setuju Syarat Kontribusi Tambahan untuk Reklamasi 15 Persen)

Ahok mengatakan ada kewajiban pengembang sebesar 5 persen ditambah kontribusi tambahan untuk membantu Pemprov DKI mengatasi banjir. Namun, tidak disebut berapa besar kontribusi tambahan itu.

Kompas TV Pro Kontra Penggunaan Dana Kontribusi Tambahan Bagi Pengembang Reklamasi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com