JAKARTA, KOMPAS.com - Politisi Partai Demokrat Ruhut Sitompul masuk ke dalam daftar tim pemenangan bakal calon gubernur dan calon wakil gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Djarot Saiful Hidayat.
Dalam daftar tersebut, Ruhut menjadi salah satu juru bicara untuk tim pemenangan Ahok-Djarot. Padahal, partainya sudah menentukan pilihan untuk mengusung pasangan Agus Harimurti Yudhoyono dan Sylviana Murni.
Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio mengatakan, langkah Ruhut menjadi juru bicara tim pemenangan Ahok-Djarot dinilai karena lemahnya karisma Partai Demokrat di mata kadernya.
"Memang dalam dunia demokrasi ini hal biasa dan karena karisma Partai Demokrat yang mungkin dipandang Ruhut lemah," ujar Hendri ketika dihubungi Kompas.com, Rabu (5/9/2016).
(Baca: Tak Dipecat dari Demokrat, Ruhut Jadi Orang Titipan SBY di Kubu Ahok-Djarot?)
Hendri menuturkan, Demokrat belum mampu menegaskan sikap yang diambil partai kepada kader-kadernya. Alhasil, kader Demokrat seperti Ruhut dan anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Hayono Isman membelot dari keputusan partai.
"Bila Demokrat tegas pasti baik Ruhut maupun Hayono Isman tidak akan bertindak seperti ini," ucap Hendri.
Menurut Hendri, Demokrat perlu mempertimbangkan sanksi bagi kader-kader yang membelot terhadap keputusan partai. Jika masalah ini terus didiamkan, lanjut Hendri, bukan tidak mungkin sikap Ruhut akan diikuti kader lainnya.
"Tapi yang harus dipertimbangkan Demokrat adalah sisi karisma partai di mata rakyat dan pemilihnya bila mendiamkan isu Ruhut ini. Karena bisa saja langkah ruhut diikuti tokoh Demokrat lain di daerah selain Jakarta," kata Hendri.
(Baca: Alasan Tim Pemenangan Ahok-Djarot Pilih Ruhut Sitompul Jadi Jubir)
Kendati perlu diberi sanksi, Hendri menilai pemecatan bukan keputusan yang tepat. Pemecatan, lanjut Hendri, bisa menjadi bumerang bagi Demokrat sebab hanya menaikkan popularitas Ruhut.
"Minimal teguran keras, tapi saya rasa tidak akan sampai ke pemecatan. Karena bila sekarang dipecat, maka nama Ruhut akan menjulang karena dianggap dizalimi," ujar Hendri.
Hendri mengusulkan, sanksi pemecatan dilakukan ketika kondisi politik lebih tenang, yakni jika Pilkada DKI 2017 telah berakhir.
"Bila mau dipecat sebaiknya nanti saat kondisi politik lebih tenang dan adem," ucap Hendri.