JAKARTA, KOMPAS.com - Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) mengungkapkan hanya sedikit kasus kekerasan pekerja rumah tangga yang diproses hukum di Indonesia.
Koordinator Nasional JALA PRT, Lita Anggraini memaparkan, hanya 6,89 persen kasus kekerasan PRT atau 7 kasus hingga September 2016 yang diproses hukum di pengadilan.
Lita menjelaskan, 80 persen kasus kekerasan PRT dari total 217 kasus tersebut berhenti di Kepolisian.
"Dalam proses hukum, dari semua kasus hanya tujuh yang sampai di tingkat pengadilan, sisanya berhenti di Kepolisian," ujar Lita ketika konferensi pers di Kantor Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan, Jakarta, Kamis (15/9/2016).
Lita menjelaskan, banyaknya kasus kekerasan PRT yang tidak dilanjutkan oleh kepolisian disebabkan karena masih buruknya mentalitas aparat penegak hukum tersebut.
(Baca: Hingga September 2016, Kekerasan terhadap PRT Capai 217 Kasus)
Dalam praktiknya, banyak pelapor kasus kekerasan PRT diintimidasi oleh polisi dengan alasan proses penyelidikan yang memakan waktu panjang. Sehingga, seringkali PRT enggan melanjutkan proses hukum tersebut.
"Kepolisian kita masih transaksional. Banyak polisi mengintimidasi bahwa proses ini akan lama akan melelahkan, seperti itu," kata Lita.
Selain itu, belum adanya undang-undang yang secara khusus melindungi PRT juga menjadi faktor kendala.
"Kita belum memiliki undang-undang yang membahas secara khusus mengenai PRT. Belum juga ada ratifikasi Konvensi ILO 189 mengenai Kerja Layak Pekerja Rumah Tangga," lanjut Lita.
Atas dasar itu, dirinya meminta pemerintah melalui Kepolisian melakukan penegakan hukum agar masalah kekerasan terhadap PRT dapat ditangani.
(Baca: PRT Korban Penyiksaan di Koja Diminta Kabur oleh Istri Majikannya)
"Mentalitas Kepolisian ini harus diubah. Janji Pak Tito untuk merevolusi mental aparat Polisi harus segera dilakukan," kata Lita.
Lita juga meminta pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat untuk segera merumuskan rancangan Undang-undang Perlindungan PRT dan ratifikasi Konvensi ILO 189.
"Kami mendesak DPR dan pemerintah tidak menutup mata. DPR dan pemerintah harus segera membahas dan mengesahkan RUU Perlindungan PRT sekaligus meratifikasi Konvensi ILO 189," ucap Lita.
Lita memaparkan, berdasarkan data JALA PRT, kekerasan terhadap PRT melingkupi kekerasan multi jenis, kekerasan fisik, dan kekerasan ekonomi. Angka kekerasan multi jenis mencapai 41 kasus. Kekerasan multi jenis merupakan kekerasan psikis, fisik, ekonomi, hingga seksual yang diberikan terhadap PRT.
Kekerasan fisik mencapai 102 kasus yang meliputi pemukulan, isolasi, dan perdagangan manusia terhadap PRT. Sedangkan, kekerasan ekonomi karena upah PRT tidak dibayar mencapai 74 kasus.
"Untuk jenis kasus terakhir paling banyak dilakukan oleh ekspatriat asing. Jumlahnya mencapai 70 persen," tambah Lita.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.