JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat Politik dari Lingkar Madani Ray Rangkuti menyesalkan langkah Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menunjuk Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai calon Kepala Badan Inetelijen Negara.
Ray mengkhawatirkan rekam jejak Budi Gunawan yang ia diduga terlibat dalam kriminalisasi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada awal 2015 lalu.
Saat itu, Budi diajukan Jokowi sebagai calon tunggal Kapolri ke DPR. Namun, Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka kepemilikan rekening gendut.
Setelah itu, pimpinan KPK yakni Abraham Samad dan Bambang Widjayanto ditetapkan sebagai tersangka oleh Badan Reserse Kriminal Polri atas tuduhan kasus yang mereka lakukan di masa lalu.
"Bagi saya, jangan sampai BIN dipakai Jokowi untuk mengintimidasi lawan politiknya. Itu terjadi saat Budi ditolak sebagai Kapolri, Abraham Samad ditetapkan sebagai tersangka," kata Ray Rangkuti di Jakarta, Jumat (2/9/2016).
(Baca: Kontras: Penunjukan Budi Gunawan Calon Kepala BIN Bisa Turunkan Kepercayaan Publik)
Selain itu, Ray juga menyoroti rekening gendut Budi Gunawan yang ditemukan KPK. Ia mengingatkan, tugas BIN bukan hanya terkait pertahanan dan keamanan negara, namun juga menangani korupsi.
Misalnya, BIN d ibawah kepemimpinan Sutiyoso berhasil menangkap Samadikun Hartono, terpidana kasus penyalahgunaan dana talangan dari Bank Indonesia atau BLBI yang buron selama 13 tahun.
"Nah, dengan rekam jejaknya yang diduga punya rekening gendut itu, apakah Budi Gunawan punya komitmen untuk melakukan hal yang sama?" ucap Ray.
(Baca: Jadi Kepala BIN, Budi Gunawan Dikhawatirkan Tunduk ke Megawati)
Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat telah menerima surat usulan pergantian Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) dari Presiden Joko Widodo. Surat diantarkan oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Jumat pagi.
"Jadi Kepala BIN diusulkan nama baru yaitu pak Budi Gunawan. Proses selanjutnya di DPR, karena harus ada pertimbangan dari DPR," ujar Pratikno.