JAKARTA, KOMPAS.com – Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat mengatakan, aturan cuti bagi calon petahana yang diatur dalam Undang-Undang No 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, sudah sesuai dengan putusan MK atas judicial review UU yang sama.
Aturan itu bertujuan agar calon petahana tidak sewenang-wenang memanfaatkan posisinya sebagai kepala daerah.
“Kenapa kok ada pertimbangan itu, karena jangan sampai ada kepala daerah petahana memanfaatka posisinya untuk kepentingan-kepentingan,” kata Arief, seusai menghadiri Milad ke-41 Majelis Ulama Indonesia, di Balai Kartini, Jakarta, Kamis (4/8/2016) malam.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama alias Ahok sebelumnya mengajukan judicial review ke MK terkait pasal cuti yang diatur dalam UU tersebut.
Ahok merasa keberatan dengan aturan tersebut karena waktu cuti bertepatan dengan masa penyusunan Anggaran Pendapatn Belanja Daerah DKI 2017.
Berdasarkan UU tersebut, masa cuti untuk Pilkada 2017 dimulai pada 26 Oktober 2016 hingga 11 Februari 2017, atau sekitar empat bulan.
Arief mengatakan, MK telah menerima gugatan yang diajukan Ahok. Namun, gugatan itu belum teregistrasi karena masih harus melengkapi berkas gugatan.
“Jadi prosedurnya, setelah lengkap baru deregister. Setelah diregister panitera melapor pada saya, kemudian saya menentukan panel yang melakukan sidang pendahuluan,” ujar Arief.
Dalam proses persidangan, MK akan menguji apakah jika cuti oleh calon petahana akan memunculkan diskriminasi atau tidak.