JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR I Putu Sudiartana menjalani pemeriksaan perdana sebagai tersangka penerima suap, di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Jumat (15/7/2016).
Salah satu materi pemeriksaan terkait uang 40.000 dollar Singapura milik Putu yang disita KPK. Menurut pengacara Putu, Muhammad Burhanuddin, dalam pemeriksaan Putu menjelaskan bahwa uang tersebut untuk kepentingan pribadi.
Rencananya, uang itu akan dipakai Putu dan keluarganya untuk berlibur ke luar negeri. "Itu tidak ada kaitan dengan peristiwa ini (suap), tindak pidana juga tidak ada," ujar Burhanuddin di Gedung KPK, Jumat malam.
Burhanuddin mengatakan, uang tersebut berasal dari simpanan pribadi Putu. Uang dalam mata uang asing tersebut sengaja disiapkan untuk liburan ke luar negeri.
KPK melakukan operasi tangkap tangan terhadap Putu Selasa (28/6/2016) malam. Dalam operasi itu, KPK berhasil menyita 40.000 dollar Singapura dan bukti transfer Rp 500 juta yang diduga merupakan bagian dari suap kepada Putu.
Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan menyebutkan, mata uang asing beserta bukti transfer ditemukan di kompleks perumahan anggota DPR RI di Jakarta.
(Baca: Putu Sudiartana Diduga Bertindak sebagai Makelar Proyek)
Aliran dana Rp 500 juta yang dikirim lewat transfer bank juga menjadi pemicu penyidik KPK menelusuri aliran dana tersebut.
Setelah ditelusuri, uang itu ternyata dikirim oleh seorang pengusaha bernama Yoga Askan ke rekening Putu. Pengiriman uang dilakukan secara bertahap. "Dari 500 juta itu bertahap. Pertama 150, 300, dan 50 juta," kata Basaria.
Uang itu diduga untuk memuluskan proyek pembangunan 12 ruas jalan di Sumatera Barat. KPK saat ini masih mendalami peranan Putu. Pasalnya, Putu adalah anggota Komisi III yang membidangi hukum, bukan infrastruktur. Dia juga bukan berasal dari daerah pemilihan Sumatera Barat.
Total dalam kasus ini, KPK mengamankan enam orang, yakni Putu, Noviyanti (Sekretaris Putu), Muchlis (suami dari Noviyanti), Suhemi (pengusaha), Yogan Askan (pengusaha) dan Suprapto (Kepala Dinas Prasarana, Jalan, Tata Ruang dan Pemukiman Provinsi Sumatera Barat).
Putu, Novianti dan Suhemi diduga sebagai penerima suap. Mereka disangkakan Pasal 12 huruf a atau pasal 11 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Sementara itu, Yogan Askan dan Suprapto sebagai pemberi suap. Mereka dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 13 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.