JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi I DPR Tantowi Yahya menilai, putusan Pengadilan Arbitrase Internasional yang memutuskan bahwa China telah melanggar kedaulatan Filipina di Laut China Selatan membawa dampak positif bagi Indonesia.
Putusan tersebut, kata Tantowi, diharapkan membawa ketenangan di wilayah perairan Laut China Selatan yang sudah berlarut-larut terjadi sekaligus menciptakan situasi kondusif antara negara-negara Asia Tenggara terhadap China.
"Pokoknya putusan mahkamah arbitrase ini bisa jadi pijakan bagi kita untuk mengambil langkah-langkah tegas jika masih ada pelanggaran baik di laut maupun udara," ujar Tantowi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (14/7/2016).
Tantowi menambahkan, selama ini sudah ada payung hukum yang kuat terkait wilayah Laut China Selatan.
Dengan adanya hasil putusan pengadilan arbitrase, maka payung hukum tersebut semakin kuat. Namun, ia menyayangkan sikap China yang menolak hasil pengadilan tersebut.
"Yang mau menang sendiri dan tidak mengakui hukum internasional. Harus jadi semacam alarm bagi kita yang sedang getol membangun hubungan dengan China," kata Politisi Partai Golkar itu.
Langgar kedaulatan Filipina
Pengadilan Arbitrase Internasional yang berbasis di Den Haag, Belanda, Selasa (12/7/2016), memutuskan, China telah melanggar kedautalan Filipina di Laut China Selatan.
"China telah melanggar hak kedaulatan Filipina di zona ekonomi eksklusifnya dengan cara melakukan penangkapan ikan dan eksplorasi minyak, membangun pulau buatan dan tidak melarang para nelayan China bekerja di zona tersebut," demikian pernyataan Pengadilan Arbitrase Internasional.
Filipina sebelumnya membawa masalah sengketa wilayah Laut China Selatan ke pengadilan internasional.
Pemerintah Filipina menentang apa yang disebut China sebagai "sembilan garis batas" yang intinya mengklaim semua kawasan Laut China Selatan sebagai wilayah China.
Sengketa antara Filipina dan China itu terfokus pada perairan yang diperkirakan menjadi jalur perdagangan internasional yang bernilai 5 triliun dolar AS setiap tahunnya.
Pemerintah Filipina juga meminta pengadilan arbitrase untuk memperjelas gugusan karang atau kepulauan di perairan itu yang masuk ke dalam zona ekonomi eksklusif Filipina.
Pengadilan memutuskan, meski para pelaut dan nelayan China secara historis pernah menggunakan berbagai pulau di Laut China Selatan, tak terdapat bukti kuat bahwa secara historis China pernah menguasai perairan tersebut atau sumber alamnya.
"Pengadilan memutuskan bahwa tak ada dasar hukum apapun bagi China untuk mengklaim hak historis terkait sumber daya alam di lautan yang disebut masuk ke dalam 'sembilan garis batas'," demikian pernyataan pengadilan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.