JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi I DPR Charles Honoris menuturkan, pemerintah perlu menginisiasi pembentukan konvensi tingkat regional yang khusus membahas mengenai pembajakan dan perompakan.
Sebab, lanjut dia, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pun juga telah menyatakan bahwa wilayah Asia Tenggara paling rawan pembajakan dan perompakan. Lebih dari 200 perompakan terjadi dalam setahun.
(Baca: Wapres Sebut Setiap Upaya Pembebasan Sandera Berisiko)
"Artinya ini suatu permaslahan yang sudah kritis. Harus ada satu perangkat hukum yang disepakati oleh negara-negara Asean, baik itu menanggulangi, mencegah dan memberantas tindak pidana perompakan. Sampai saat ini tidak ada," tutur Charles di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (12/7/2016).
Saat ini, lanjut Charles, sudah ada konvensi bersama mengenai transnational crime atau kejahatan lintas negara. Namun tak spesifik membahas soal perompakan dan pembajakan.
"Perlu diingat Abu Sayyaf ini dikategorikan PBB sebagai anggota teroris. Tidak ada bedanya dengan Al Qaeda atau ISIS," kata Politisi PDI Perjuangan itu.
Ia pun mengingatkan upaya pembebasan WNI kali ini sudah tidak bisa dilakukan dengan cara negosiasi atau pembayaran uang tebusan, sekalipun dibayar oleh pihak swasta. Hal tersebut menurutnya akan menjadi preseden buruk.
(Baca: Mantan Negosiator Minta Masyarakat Tidak Desak Pemerintah Bebaskan Sandera)
Inteligent sharing juga dianggap mampu menjdi salah satu solusi yang tepat untuk membebaskan para sandera.
"Terbaik adalah kita harus melakukan inteligent sharing dengan intelijen Filipina, mengetahui dimana dan melakukan operasi militer kalau memang diketahui dimana sandera kita. Sekaligus memberi tekanan kepada kelompok ini agar tak lagi melakukan hal seperti itu," tutup Charles.