JAKARTA, KOMPAS.com – Anggota Komisi II DPR M Misbakhun mengkritik langkah pemerintah terkait kebijakan penghematan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2016.
Ia menilai, pemerintah tidak cermat dalam penyusunan anggaran.
Hal itu disampaikan Misbakhun saat rapat kerja dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Kementerian Sekretariat Negara, Sekretaris Kabinet dan Kepala Staf Kepresidenan, Kamis (9/6/2016).
Pemotongan anggaran kementerian dan lembaga tidak perlu dilakukan jika menyesuaikan dengan penyerapan anggaran tahun sebelumnya.
Ia mencontohkan, pada 2015 lalu, serapan anggaran Kementerian ATR hanya Rp 5,72 triliun atau sekitar 79 persen dari pagu anggaran Rp 6,344 triliun.
Pada APBN 2016, Kementerian ATR mengajukan anggaran Rp 6,3 triliun, dan kini akan dipotong menjadi Rp 6,023 triliun pada rancangan APBN Perubahan 2016.
Hal yang sama juga terjadi di Kementerian Sekretaris Negara. Realisasi anggaran kementerian itu pada APBN 2015 Rp 1,9 triliun.
Namun, di APBN 2016, Setneg mengajukan anggaran Rp 2,31 triliun dan akan dipotong menjadi Rp 2,04 triliun pada APBN-P 2016.
“Kesannya, anggaran 2016 itu disusun dengan pukul rata, asal naik dari anggaran sebelumnya. Padahal, kalau melihat realisasi sebelumnya tidak perlu ada kenaikan,” kata Misbakhun.
Ketidakcermatan di dalam proses penyusunan anggaran, menurut dia, berdampak kurang baik bagi negara.
Menurut dia, pemerintah seharusnya cermat dalam menyusun anggaran dengan mempertimbangkan tambahan pemasukan yang akan diperoleh untuk menunjang APBN.
Pemerintah berharap dari pemasukan yang belum memiliki kepastian.
Ia mencontohkan, pemerintah kini tengah berharap pemasukan tambahan yang bersumber dari pengampunan pajak atau Tax Amnesty.
Namun, hingga kini payung hukum Tax Amnesty belum rampung disusun antara pemerintah dengan DPR.
"Faktor uncertainty (ketidakpastian) meningkat. Ini bahaya, memasukkan sesuatu yang uncertain ke pola pembangunan yang pasti. Ini sinyal bagi semua kementerian perlu melakukan konsolidasi program," papar Misbakhun.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.