Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Seharusnya Perkuat Riset Terkait Kekerasan Seksual terhadap Anak

Kompas.com - 30/05/2016, 10:42 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Kepala Operasional Pusat Kajian Perlindungan Anak Universitas Indonesia (Puskapa UI) Ni Made Martini Puteri mengatakan, peraturan dan undang-undang yang dikeluarkan pemerintah terkait kasus kekerasan seksual terhadap anak akan lebih efektif jika didasarkan pada data riset yang kuat.

Dengan demikian, peraturan yang berlaku tak hanya sebagai upaya balas dendam atas suatu tindak kejahatan.

Oleh karena itu, menurut dia, diperlukan riset yang komprehensif untuk mendapatkan data prevalensi nasional terkait kekerasan terhadap anak.

"Respons dan pencegahan akan efektif bila dirancang berbasis pada data pendekatan yang diterapkan dengan lintas disiplin ilmu," kata Martini melalui pernyataan tertulis, Senin (30/5/2016).

"Ketiadaan data yang lengkap bukan alasan untuk bereaksi secara emosional terhadap masalah kekerasan seksual, dan menolak untuk bereaksi secara emosional bukan berarti kita tidak peduli," lanjut dia.

Saat ini, kata Martini, tidak ada data yang lengkap tentang kekerasan, apalagi terkait tindak kekerasan seksual terhadap anak.

Ia memberikan sejumlah catatan jika riset tentang kekerasan seksual terhadap anak akan dilakukan.

Pertama, perbaikan kualitas dan kelengkapan basis data biometrik kependudukan dan terintegrasinya sistem data penyidikan, penahanan, dan pemidanaan, tanpa melanggar hak privasi dan jaminan keamanan data pribadi.

Kedua, memperbaiki kualitas riset-riset ilmiah untuk mengenali karakteristik korban, pelaku, tindak pidana, dan lainnya untuk mendukung dilakukannya analisis dalam perbaikan kebijakan.

Sejauh ini, data yang terhimpun di Puskapa menyebutkan bahwa 20 persen anak-anak di Papua, Jawa Tengah, NTT, dan Aceh (lokasi studi) mengalami penelantaran.

Sementara itu, untuk anak-anak yang mengalami kekerasan sebanyak 37 persen terjadi di Papua, 31 persen di NTT, 24 persen di Jateng, dan 13 persen di Aceh mengalami kekerasan seksual.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Perppu ini memperberat sanksi bagi pelaku kejahatan seksual, yakni hukuman mati, penjara seumur hidup, maksimal 20 tahun penjara dan minimal 10 tahun penjara.

Perppu juga mengatur tiga sanksi tambahan, yakni kebiri kimiawi, pengumuman identitas ke publik, serta pemasangan alat deteksi elektronik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Akui Demokrasi Indonesia Melelahkan tetapi Diinginkan Rakyat

Prabowo Akui Demokrasi Indonesia Melelahkan tetapi Diinginkan Rakyat

Nasional
Tanggapi Wacana Penambahan Kementerian, PDI-P: Setiap Presiden Punya Kebijakan Sendiri

Tanggapi Wacana Penambahan Kementerian, PDI-P: Setiap Presiden Punya Kebijakan Sendiri

Nasional
BNPB: Total 43 Orang Meninggal akibat Banjir di Sumatera Barat

BNPB: Total 43 Orang Meninggal akibat Banjir di Sumatera Barat

Nasional
Megawati Kunjungi Pameran Butet, Patung Pria Kurus Hidung Panjang Jadi Perhatian

Megawati Kunjungi Pameran Butet, Patung Pria Kurus Hidung Panjang Jadi Perhatian

Nasional
PDI-P Bentuk Komisi Bahas Posisi Partai terhadap Pemerintahan Prabowo

PDI-P Bentuk Komisi Bahas Posisi Partai terhadap Pemerintahan Prabowo

Nasional
Pengacara Tuding Jaksa KPK Tak Berwenang Tuntut Hakim Agung Gazalba Saleh

Pengacara Tuding Jaksa KPK Tak Berwenang Tuntut Hakim Agung Gazalba Saleh

Nasional
Sekjen PDI-P: Bung Karno Tidak Hanya Milik Rakyat Indonesia, tapi Bangsa Dunia

Sekjen PDI-P: Bung Karno Tidak Hanya Milik Rakyat Indonesia, tapi Bangsa Dunia

Nasional
Pejabat Kementan Mengaku Terpaksa “Rogoh Kocek” Pribadi untuk Renovasi Kamar Anak SYL

Pejabat Kementan Mengaku Terpaksa “Rogoh Kocek” Pribadi untuk Renovasi Kamar Anak SYL

Nasional
Sebut Ada 8 Nama untuk Pilkada Jakarta, Sekjen PDI-P: Sudah di Kantongnya Megawati

Sebut Ada 8 Nama untuk Pilkada Jakarta, Sekjen PDI-P: Sudah di Kantongnya Megawati

Nasional
Gus Muhdlor Cabut Gugatan Praperadilan untuk Revisi

Gus Muhdlor Cabut Gugatan Praperadilan untuk Revisi

Nasional
KPU Sebut Faktor Kesiapan Bikin Calon Independen Batal Daftar Pilkada 2024

KPU Sebut Faktor Kesiapan Bikin Calon Independen Batal Daftar Pilkada 2024

Nasional
Hal yang Perlu Diperhatikan Saat Jemaah Haji Tinggalkan Hotel untuk Ibadah di Masjid Nabawi

Hal yang Perlu Diperhatikan Saat Jemaah Haji Tinggalkan Hotel untuk Ibadah di Masjid Nabawi

Nasional
Pakar: Ada 1 Opsi Ubah UU Kementerian Negara, Ajukan Uji Materi ke MK tapi...

Pakar: Ada 1 Opsi Ubah UU Kementerian Negara, Ajukan Uji Materi ke MK tapi...

Nasional
Suhu Madinah Capai 40 Derajat, Kemenag Minta Jemaah Haji Tak Paksakan Diri Ibadah di Masjid Nabawi

Suhu Madinah Capai 40 Derajat, Kemenag Minta Jemaah Haji Tak Paksakan Diri Ibadah di Masjid Nabawi

Nasional
MKMK Diminta Pecat Anwar Usman Usai Sewa Pengacara KPU untuk Lawan MK di PTUN

MKMK Diminta Pecat Anwar Usman Usai Sewa Pengacara KPU untuk Lawan MK di PTUN

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com