Kepada setiap rezim, kala pemerintahan berganti.
Pada pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, Jaksa Agung H.M Prasetyo memunculkan opsi rekonsiliasi.
Pilihan ini ditolak keras oleh aktivis dan keluarga korban pelanggaran berat HAM.
Berbagai upaya telah dilakukan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) sejak berdiri 18 tahun lalu.
Saat ini, mereka "mengemis" perhatian pemerintah, khususnya Presiden Joko Widodo.
"Kami minta ketemu Presiden melalui Johan Budi. Tapi belum ada respons. Semuanya diam," kata Koordinator Kontras, Haris Azhar, saat ditemui di Jakarta, Minggu (20/3/2016).
Haris mengaku pernah menemui Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan HAM, Luhut Binsar Panjaitan.
Menurut dia, Luhut setuju dengan adanya penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu.
Namun, hingga kini, tak ada pengungkapan fakta yang menjadi dasar mulainya penanganan perkara di Kejaksaan Agung.
Jaksa Agung H.M Prasetyo juga pernah diajak membahas soal ini. Akan tetapi, yang ditawarkan adalah upaya rekonsiliasi dengan keluarga para korban.
"Negara harus mengungkap faktanya bahwa peristiwa ini benar terjadi. Juga memperbaiki kondisi masyarakat dan korban atas peristiwa itu," kata Haris.
Ia menekankan, pemerintah tak punya alasan untuk menutup rapat sejumlah pelanggaran HAM di masa lalu.
Komnas HAM sudah melakukan penyelidikan untuk membuktikan adanya dugaan pelanggaran HAM. Hasilnya, pelanggaran itu benar adanya.
Haris mengaku heran jika fakta tersebut seolah diabaikan pemerintah untuk mengusut tuntas kasus tersebut.
"Karena banyak penjahat pelanggaran HAM di sekitar Jokowi. Secara politik presiden berlindung di balik kekuasaan tentara supaya tidak dijatuhkan. Itu yang membuat dia jadi susah menindak," kata Haris.
Meski pemerintah "melempem", Haris masih berharap pemerintah terketuk dengan desakan penuntasan yang terus disuarakan.
Kontras, kata dia, tidak akan berhenti menyuarakan isi hati keluarga korban demi pertanggungjawaban atas nyawa-nyawa yang hilang.
Setidaknya, ada tujuh kasus pelanggaran berat HAM yang sedang ditangani kejaksaan. Ketujuh kasus itu adalah Trisakti, Semanggi 1, Semanggi 2, Wasior, Talangsari, kasus 1965, dan penembakan misterius (petrus).
Kejaksaan Agung mengupayakan penyelesaian kasus-kasus tersebut melalui rekonsiliasi karena alat bukti sulit ditemukan, dan pelaku dianggap sudah tidak ada (meninggal dunia).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.