Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

F-PKS Ikut Bahas Revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 jika Libatkan KPK

Kompas.com - 12/02/2016, 11:24 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Fraksi Partai Keadilan Sejahtera di DPR menolak untuk melanjutkan pembahasan revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. F-PKS akan mengikuti proses revisi jika melibatkan KPK selaku pengguna UU.

Hal itu diungkapkan Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini dalam pesan singkat yang diterima Kompas.com, Jumat (12/2/2016).

Menurut dia, keputusan penolakan revisi itu merupakan hasil rapat pleno yang dilakukan Fraksi PKS pada Kamis (11/2/2016).

"PKS menolak melanjutkan pembahasan revisi UU KPK kecuali melibatkan KPK untuk memberikan masukan-masukan yang substansial," kata Jazuli.

Jazuli tak menyinggung mengenai poin-poin yang hendak direvisi di dalam UU tersebut. Hanya, pihaknya menolak jika revisi tersebut justru hanya akan melemahkan KPK. (Baca: Politisi PDI-P: Naskah Akademik Revisi UU KPK Tak Boleh Beredar di Publik)

"Kecuali untuk menguatkan KPK agar dengan penguatan tersebut lembaga ini lebih berani menindak dan mengungkap kasus-kasus besar. Jangan cuma kasus-kasus kelas teri," ujarnya.

Selain itu, Fraksi PKS juga meminta agar pemerintah konsisten jika memang ingin merevisi UU tersebut. Jangan sampai, Kementerian Hukum dan HAM serta Presiden Joko Widodo tidak sejalan dalam menyampaikan pendapat mengenai revisi ini.

Dalam rapat harmonisasi Panitia Kerja Revisi UU KPK di Badan Legislasi DPR, Rabu (10/2/2016) sore, hanya Fraksi Gerindra yang secara tegas menolak UU KPK direvisi. (Baca: Gerindra Berjuang Sendirian Tolak Revisi UU KPK)

Belakangan, F-Demokrat berubah sikap setelah mendapatkan instruksi dari Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono. (Baca: SBY Tiba-tiba Instruksikan F-Demokrat Tolak Revisi UU KPK)

Sikap kedua fraksi itu membuat beberapa fraksi lainnya berpikir ulang sehingga pengesahan draf revisi UU KPK menjadi RUU inisiatif DPR yang direncanakan dilakukan dalam Rapat Paripurna DPR pada Kamis (11/2/2016) ditunda hingga Kamis (18/2/2016).

Keputusan itu diambil untuk memberikan waktu berpikir kembali bagi fraksi-fraksi terkait urgensi revisi tersebut.

KPK sebelumnya tak hadir dalam rapat dengar pendapat dengan Badan Legislasi (Baleg) DPR, Kamis (4/2/2016).

Sedianya, dalam rapat tersebut, Baleg ingin mendapatkan masukan dari KPK terkait revisi. Pimpinan KPK menyampaikan sikap resmi lewat surat.

Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriarti, menekankan, KPK sejak awal telah menolak rencana revisi tersebut. Sebab, UU yang ada saat ini sudah cukup untuk menunjang kinerja KPK dalam memberantas korupsi.

"Sehingga, tidak perlu dilakukan perubahan," kata Yuyuk di Kompleks Parlemen.

Dalam suratnya, pimpinan KPK menyarankan DPR bersama dengan pemerintah untuk lebih mendahulukan pembahasan dan penyusunan beberapa undang-undang yang terkait dengan pemberantasan korupsi.

KPK ingin pembahasan terlebih dulu terhadap revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pembahasan lainnya mengenai penyusunan UU Perampasan Aset sebagai implementasi atau tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Ratifikasi UNCAC. Terakhir, harmonisasi rancangan KUHP dan KUHAP pimpinan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com