Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saut Situmorang Ingin Novel Pindah agar Tak Terjadi Korosi di KPK

Kompas.com - 07/02/2016, 17:50 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Saut Situmorang membantah adanya barter soal nasib penyidik Novel Baswedan di KPK.

Ia mengatakan, pimpinan KPK telah menentukan pilihannya untuk mengatasi masalah Novel.

"Ini bukan soal tawar menawar. Ini soal pilihan. Kami juga punya keterbatasan memberi alternatif pilihan, harus dilihat hati-hati ke arah mana," ujar Saut melalui pesan singkat, Minggu (7/2/2016).

Saut mengakui bahwa pimpinan KPK menawarkan posisi di luar KPK, yakni BUMN untuk menjadi tempat Novel mengabdi. (baca: Novel Baswedan Disuruh Pimpinan KPK Pilih Sendiri BUMN yang Diinginkan)

Opsi tersebut dipilih demi kelangsungan agenda yang lebih besar dalam pemberantasan korupsi. Ia pun meminta masyarakat tidak memandang sisi negatif atas pilihan tersebut.

TRIBUNNEWS / HERUDIN Pimpinan terpilih KPK periode 2015-2019, Thony Saut Situmorang, pada acara serah terima jabatan, di Gedung KPK, Jakarta, Senin (21/12/2015).
"Sebaiknya mari kita semua memandang apa yang menimpa Novel tidak hanya dari sisi hitam putih, menang kalah, tawar menawar, emosi kelompok, benci atau rindu satu atas yang lain," kata Saut.

Menurut Saut, menata lembaga KPK yang masih dibayang-bayangi kasus masa lalu maka tidak akan efisien. (baca: "Ada yang Merasa Terancam Novel Terus Mengabdi di KPK")

Alih-alih mengejar "orang jahat", kata Saut, malah akan terkuras waktu dan sumber daya untuk menghadapinya.

Kejahatan luar biasa seperti korupsi dianggap sulit dikurangi jika memakai cara biasa untuk menuntaskannya. Saut menerapkan hal tersebut kepada kasus Novel. (baca: Jaksa Agung Pertimbangkan Opsi Selesaikan Kasus Novel, Samad, dan Bambang Widjojanto)

"Kalau kita masih memakai cara-cara biasa dalam menuntaskanya, termasuk cara-cara kita menata masalah SDM internal agar tidak diikat oleh isu-isu di masa lalu yang berpotensi membuat KPK korosi," kata Saut.

Saut mengatakan, apa yang terjadi pada Novel tidak bisa dicegah. Oleh sebab itu, Saut melihat opsi yang diambil pimpinan KPK untuk Novel sebagai upaya cepat untuk proyeksi jauh ke depan.

Supaya KPK dapat terintegrasi dalam menindak dan mencegah korupsi secara berkelanjutan. (baca: Jika Pindahkan Novel, KPK Dinilai Sama Saja Beri Sanksi)

"Dalam keadaan tertentu, demi kepentingan yang lebih besar, mari kita membangun peradaban baru yang diukur tidak dari hukuman atas norma atau perilaku saja, akan tetapi nilai-nilai yang berkembang di masyarakat kita juga," kata Saut.

Dengan penempatan Novel di instansi lain, diharapkan korupsi di tempat tersebut dapat ditekan. Terlebih lagi, kata Saut, kinerja Novel di KPK sangat gemilang. (baca: Busyro: Keluarnya Novel dari KPK Akan Memantik Kegaduhan Baru)

"Korupsi itu kompleks dan di banyak tempat. BUMN hanya salah satu alternatif tempat yang perlu ditata mindset antikorupsinya," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Nasional
Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Nasional
Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Nasional
Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Nasional
Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Nasional
Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Nasional
Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Nasional
Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com